BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan dewasa
ini bertujuan meningkatkan masyarakat Indonesia. Kualitas yang dapat dicapai
diperoleh dengan peningkatan kualitas dan keefektifan dalam pembelajaran.
Perkembangan jaman pada saat ini sangat pesat, sementara itu tantangan
pembangunan Indonesia dihadapkan pada masalah yang sangat kompleks. Salah satu
penyebabnya adalah semakin meningkatnya tuntutan bangsa dalam memenuhi
kebutuhan serta keinginannya untuk maju.
Salah satu upaya
meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan.
Suatu negara dikatakan maju atau tidak apabila sistem pendidikan di dalamnya
berlangsung dengan baik dan berkembang pesat mengikuti perkembangan jaman.
Pendidikan merupakan titik tolak perwujudan generasi muda untuk siap bersaing
di era globalisasi dan tuntutan jaman. Masalah pendidikan perlu mendapat
perhatian khusus oleh Negara Indonesia yaitu dengan dirumuskannya Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (2003; 7) yang berbunyi:
1
|
Terdapat beberapa
unsur dalam dunia pendidikan, yaitu: peserta didik (murid), pendidik (guru),
interaksi edukatif antara peserta didik dengan pendidik melalui proses belajar
mengajar, isi pendidikan (kurikulum), dan konteks yang mempengaruhi suasana
pendidikan (lingkungan). Apabila unsur-unsur tersebut dapat berjalan dengan
baik sesuai dengan tanggung jawab masing-masing yang disertai dengan sikap
disiplin, maka dunia pendidikan akan menghasilkan lulusan SDM yang berkualitas.
Kegiatan belajar
mengajar sangat strategis dan
menentukan. Strategis karena guru akan menentukan kedalaman dan keluasan materi
pelajaran. Menentukan karena gurulah yang memilah dan memilih bahan pelajaran
yang akan disajikan kepada peserta didik. Sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi guru dalam upaya memperluas dan memperdalam materi ialah rancangan
pembelajaran yang efektif, efisien, menarik, dan hasil pembelajaran yang
bermutu tinggi dapat dilakukan dan dicapai oleh setiap guru.
Berdasarkan
pengamatan, guru di lapangan jarang memanfaatkan fungsi ini secara optimal.
Kondisi ini disebabkan oleh kenyataan bahwa tugas yang diemban guru sebagai
perancang pembelajaran adalah sangat rumit, karena berhadapan dengan dua
variabel, yaitu cakupan materi pembelajaran yang telah ditetapkan berdasarkan
tujuan yang akan dicapai, dan murid yang membawa seperangkat sikap, kemampuan awal,
dan karakteristik perseorangan lainnya ke dalam situasi pembelajaran.
Guru hanya
berpeluang untuk memanipulasi strategi atau model pembelajaran di bawah kendala
karakteristik tujuan pembelajaran. Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, pada umumnya
guru menggunakan model pembelajaran yang kurang sesuai dengan materi pelajaran
dan tidak dapat diterima oleh semua murid yang berasal dari karakteristik dan
latar belakang yang berbeda-beda. Padahal keefektifan suatu proses belajar
mengajar sangat ditentukan oleh kesesuaian antara media pembelajaran dengan materi yang diajarkan.
Salah satu
kendala yang dihadapi oleh guru SDN 38 Kolai adalah bagaimana menerapkan pendekatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang efektif. Pada kenyataannya
guru berhadapan dengan materi IPS yang memiliki cakupan sangat kompleks. Hal ini
dapat menyulitkan guru untuk menstruktur dan rnensistematisasikan materi
pelajaran dengan tujuan pembelajaran. Menstruktur dan mensistematisasikan pelajaran secara cermat sesuai dengan sasaran belajar bukanlah
tugas yang mudah. Tugas ini memerlukan pengetahuan yang cukup baik tentang
perancangan pembelajaran. Di sisi lain ternyata kemampuan guru dalam
merencanakan dan mengimplementasikan kurikulum belum memuaskan.
Kenyataan di SDN 38
Kolai berdasarkan hasil observasi pada tanggal 10 Juni 2013 dengan jumlah murid 29
yang terdiri dari 17 laki-laki dan 12 perempuan, kami
melihat bahwa kurangnya kreativitas
guru dalam mengajar sehingga tidak adanya timbal balik
terhadap guru dan murid tentang materi yang diajarkan, yang menjadikan murid
menjadi jenuh dan kadang kurang memperhatikan penjelasan guru di depan kelas.
Hal ini membuat murid merasa bosan karena tidak adanya penggunaan media pembelajaran,
hanya menggunakan model pembelajaran langsung saja dan dalam penyelesaian tugas
yang diberikan oleh guru, ada beberapa murid yang hanya menyalin hasil
pekerjaan dari temannya atau bersikap acuh tak acuh. Jadi pembelajaran terkesan
kurang efektif. Pada akhirnya masih ada
sekitar 10 murid yang belum mencapai hasil maksimal
sesuai yang diinginkan, belum mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 65. Keadaan ini
terjadi karena banyak faktor (sarana dan prasarana) dan yang menjadi masalah
utama adalah proses belajar mengajar yang tidak bervariasi.
Media saat ini
merupakan suatu sarana dalam menyampaikan maksud dan tujuan dari apa yang
diuraikan oleh guru. Penggunaan media sebagai salah satu cara dalam menarik
perhatian murid dalam pembelajaran IPS yang diberikan oleh guru.
Kemampuan murid
dalam menangkap pelajaran IPS yang diberikan oleh guru adalah salah satu
tantangan yang harus dihadapi. Guru sebagai salah satu unsur pembelajaran
memiliki multi peran tidak terbatas pengajar, akan tetapi juga sebagai
pembimbing yang mendorong potensi, mengembangkan alternatif dan memobilisasi
dalam pelajaran IPS.
Berkaitan dengan
kemampuan murid dalam menangkap pelajaran IPS dalam kelas tentunya penggunaan
media dapat membantu interaksi antar murid-murid dan guru. Dengan adanya
interaksi yang positif, maka dapat memberika kemampuan kepada murid dalam
menangkap penjelasan guru pada pelajaran IPS.
Dengan penggunaan
media gambar bertujuan untuk menarik perhatian murid agar lebih memperhatikan
pelajaran IPS dan merangsang daya imajinatif setiap murid. Penggunaan media
gambar adalah salah satu cara dalam menarik perhatian murid dalam proses
belajar mengajar. Dengan penggunaan media gambar diharapkan dapat meningkatkan prestasi
belajar IPS murid kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang. Diharapkan
dengan penggunaan media ini, tentunya berperan penting dalam meningkatkan prestasi
belajar murid dalam pelajaran IPS di sekolah. Penggunaan media gambar membantu
guru dalam menjelaskan pelajaran di depan kelas dan murid diharapkan mampu
meningkatkan prestasi belajar mereka tentunya.
Menurut Jansen
Sinamung (1989:20), “Hasil adalah suatu keluaran dimana proses terjadi dan
interaksi dilakukan kepada setiap
individu dan kelompok dalam mencapa itujuan”. Untuk mendapatkan hasil yang
terbaik perlu proses yang dilakukan dan interaksi yang berkualitas agar nanti
dapat mencapai hasil yang berkualitas pula.
Dengan interaksi
yang terjalin secara baik antara murid guru, tentunya diharapkan mampu
meningkatkan prestasi belajar. Prestasi yang dicapai merupakan output dari
proses belajar mengajar yang dilakukan.
Setiap pelajaran
memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi, dimana pada suatu sisi ada bahan
yang memerlukan alat bantu berupa media gambar. Gambar sebagai alat bantu
pengajaran visual memiliki nilai yang tinggi karena dapat memberikan
penggambaran visual yang konkret kepada murid. Dengan ini. Murid dapat dengan
mudah menangkap pelajaran IPS yang dijelaskan oleh guru.
Demikian
pentingnya masalah ini, sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti
lebih intensif, karena hal tersebut menyangkut daya tangkap murid terhadap
kecakapan mengaktualisasikan ide-ide dan gagasan yang ada saat proses belajar
mengajar berjalan di kelas.
Berdasarkan uraian
yang telah dikemukakan di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian
tindakan kelas (PTK) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial
Melalua Media Gambar Murid Kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabubaten
Enrekang”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka
permasalahan yang dapat dirumusakan dalam penelitian ini adalah : “Apakah
penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) pada murid kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten
Enrekang.?”
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
bagi murid kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.
D. Manfaat
Penelitian
Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Meningkatkan keefektifan dan mutu belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) bagi murid
kelas IV pada SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.
b. Meningkatkan kemampuan murid dalam mempelajari Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) bagi murid
kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Sebagai masukan bagi
sekolah sehubungan dengan usaha sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan yang
terkait dengan faktor-faktor pendukung keberhasilan murid di sekolah.
b. Bagi Pendidik
Sebagai sumber
data untuk meningkatkan teknik mengajar agar prestasi belajar murid meningkat
dan sebagai masukan bagi guru selaku pendidik dalam menentukan media apa yang
tepat digunakan untuk mengajar yang sesuai untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS).
c. Bagi Murid
Sebagai masukan
bagi murid dengan media gambar dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
maka dapat memudahkan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan interaksi dalam belajar mengajar demi
keberhasilan hasil akademik murid, khususnya bagi mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS).
d. Bagi Penulis
Untuk memudahkan
ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dalam menyusun karya ilmiah dan memberikan
informasi aktual tentang berprestasi tidaknya pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) dengan menggunakan media gambar di SDN 38 Kolai Kecamatan Malua
Kabupaten Enrekang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR
DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A.
Kajian Pustaka
1.
Pengertian Belajar
Istilah belajar adalah istilah lumrah
kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Belajar adalah perubahan tingkah laku.
Seseorang dikatakan telah belajar bila ia dapat melakukan sesuatu yang tidak
dapat dilakukannya sebelum ia belajar atau bila tingkah lakunya berubah
sehingga berbeda interaksinya dalam menghadapi situasi dari sebelumnya.
Defenisi belajar dikemukakan oleh
beberapa ahli diantaranya sebagai berikut:
9
|
Belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya,
Slameto (Haling, 2006:2). Belajar ialah sebagai suatu proses kegiatan yang
menimbulkan kelakuan baru atau merubah kelakuan lama sehingga seorang lebih
mampu memecahkan masalah dan menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi yang
dihadapi dalam hidupnya, Sahabuddin (dalam Haling, 2006:2).
Belajar dapat pula diartikan secara
luas dan secara sempit. Secara luas, belajar diartikan sebagai kegiatan
psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Secara sempit, belajar
diartikan sebagai usaha penguasaan materi pelajaran.
Belajar merupakan kebutuhan dasar
individu yang dilakukan sejak lahir sampai seumur hidup manusia. Kenyataan menunjukkan
bahwa dalam belajar senantiasa ditemukan dua golongan yaitu orang yang berprestasi,
sukses dan tidak mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan dalam belajar dan
golongan orang yang mengalami hambatan atau kesulitan.
Dari pengertian belajar tersebut di
atas ada beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan yaitu : (1) belajar
merupakan suatu perubahan tingkah laku yang lebih baik, (2) belajar merupakan
suatu perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman, (3) belajar
merupakan suatu proses, artinya berlangsung dalam satu waktu yang cukup lama.
Secara umum belajar dapat diartikan
sebagai suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil
pengalaman atau latihan. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah segala kejadian
yang dengan sengaja dilakukan secara berulang-ulang.
Dari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan beberapa
perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku seseorang yaitu perubahan dalam cara berpikirnya, perubahan dalam
cara merasa, dan perubahan dalam melakukan sesuatu.
2.
Hasil Belajar
a.
Pengertian Hasil Belajar
Istilah hasil belajar terdiri atas
dua kata yakni “hasil” dan “belajar”. Menurut kamus Bahasa Indonesia “hasil
berarti sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dan sebagainya) oleh suatu
usaha,”
sedangkan “belajar mempunyai banyak pengertian diantaranya adalah Perubahan
tingkah laku”
(Naimah, 2000:11).
Hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne (Suprijono,2010:5) hasil belajar berupa:
1)
Informasi verbal yaitu
kapabilitas mengungkapkan pengetahuan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik
lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan
spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan
masalah maupun penerapan aturan.
2)
Keterampilan intelektual yaitu
kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri
dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan
kemampuan melakukan aktivitas kognitif yang bersifat khas.
3)
Strategi kognitif yaitu
kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif sendiri. Kemampuan ini
meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4)
Keterampilan motorik yaitu
kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,
sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5)
Sikap adalah kemampuan menerima
atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa
kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan
kemampuan menjadi nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Sedangakan menurut Bloom (Suprijono, 2010:6), hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif
adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analisis (menguraikan, menentukan
hubungan), synthesis (mengorganisasikan,merencanakan, membentuk bangunan baru),
dan evaluation (menilai). Domain
afektif adalah receiving (sikap
menerima), responding (memberikan
respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory,
pre-reutine, dan rountinized.
Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,
manajerial,dan intelektual.
Yang harus diingat, hasil belajar
adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek
potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh
para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara
pragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensip.
Kunandar (2008:276) menyatakan bahwa hasil belajar
adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran,
yaitu berupa tes yang di susun secara terencana, baik tes rertulis, tes lisan,
maupun tes perbuatan. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa hasil belajar
adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai
pengetahuan, tapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi
individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh murid setelah
mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data
kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu
penilaian terhadap murid yang bertujuan untuk mengetahui apakah murid telah
menguasai materi atau belum.
Dalam pembelajaran tingkat penguasaan
materi belajar murid dapat dilihat dari skor ketuntasan belajar mengajar yang
diperoleh. Ketuntasan belajar merupakan besarnya tingkat penguasaan materi oleh
murid setela diberikan suatu tes dan setelah melalui proses belajar mengajar.
Tingkat keberhasilan murid dalam menguasai materi pelajaran dapat diketahui
dengan menggunakan alat ukur yang berupa tes hasil belajar.
Ketuntasan belajar adalah suatu pola
belajar yang mengharuskan pencapaian murid secara tuntas terhadap apa yang
telah dipelajarinya dan berdasarkan skor penguasaan minimal yang telah
ditetapkan (standar ketuntasan).
Berdasarkan pendapat tentang hasil
belajar di atas maka kegiatan belajar mengajar dapat digunakan sebagai ukuran
tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan murid setelah melakukan
kegiatan belajar dalam bidang tertentu.
b.
Fungsi Hasil Belajar
1)
Sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan kenaikan kelas,
2)
Umpan balik dalam perbaikan
proses belajar mengajar,
3)
Meningkatkan motivasi belajar
murid, dan
4)
Evaluasi diri terhadap kinerja
murid.
c.
Tujuan Hasil Belajar
1)
Tujuan umum hasil belajar
yaitu:
a)
Menilai pencapaian kompetensi
peserta didik,
b)
Memperbaiki proses
pembelajaran, dan
c)
Sebagai bahan penyusunan
laporan kemajuan belajar murid.
2)
Tujuan khusus hasil belajar
yaitu:
a)
Mengetahui kemajuan dan hasil
belajar murid,
b)
Mendiagnosis kesulitan belajar,
c)
Memberi umpan balik atau
perbaikan proses belajar mengajar,
d)
Penentuan kenaikan kelas, dan
e)
Memotivasi belajar dengan cara
mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.
d.
Hasil Belajar IPS
Menurut
pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Syah
(2003:68) mengemukakan bahwa: “belajar adalah tahapan perubahan tingkah laku
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif.”
Dari
pengertian diatas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
berlangsung secara interaktif antara faktor interen pada hari pembelajaran
dengan faktor eksteren atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Hasil
belajar IPS dicapai oleh murid dapat diketahui setelah mengikuti proses belajar.
Hasil belajar seseorang dapat
menjadi indikator tentang batas kemampuan, kesanggupan, pengetahuan,
keterampilan dan sikap atau nilai yang dimiliki oleh guru itu dalam suatu
pekerjaan. Belajar adalah proses aktif pelajar yang mengkonstruksikan gagasan
baru atau konsep baru atas dasar konsep,
pengetahuan dan kemampuan yang
telah dimiliki. Ada peluang pelajar
untuk bergerak lebih jauh melampaui informasi yang didapat,
karena dia mampu menyusun hipotesis, membuat keputusan atas dasar struktur
kognitif. Belajar merupakan suatu
kegiatan pengelolaan informasi yang menemukan kebutuhan untuk mengenal
dan menjelaskan gejala yang terjadi di lingkungan pelajar.
Dari
pendapat di atas maka belajar adalah suatu proses atau tahapan terjadinya
perubahan tingkah laku yang relatif terjadi pada diri seseorang akibat
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu berupa pengetahuan, sikap,
keterampilan, kemampuan pemahaman dan aspek-aspek lain yang ada pada diri
individu yang belajar.
3.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar
a.
Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Perkembangan hidup seseorang pada
hakekatnya mulai dari saat dia lahir sampai menjadi dewasa, tidak terlepas dari
masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tidak asing bagi
setiap orang. Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang
meliputi aspek-aspek hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah,
geografis, dan politik. Karena tiap aspek kehidupan sosial itu mencakup lingkup
yang luas, untuk mempelajari dan mengkajinya menuntut bidang-bidang ilmu yang
khusus.
9
|
Pengetahuan sosial merupakan cabang
ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik tingkah laku
perorangan maupun tingkah laku kelompok. Ada bermacam-macam aspek tingkah laku
manusia dalam masyarakat, seperti aspek budaya sikap, mental, ekonomi, dan
hubungan sosial. Aspek-aspek inilah yang kemudian mengkondisikan untuk menghasilkan
pengetahuan disiplin ilmu sosial dan dipelajari di sekolah. Ilmu pengetahuan
sosial yang dipelajari di sekolah diimplikasikan sesuai dengan tingkatan yang
berada pada jenjang pendidikan. Untuk itu IPS merupakan mata pelajaran yang
penting bagi jenjang pendidikan dasar. Hal ini dipandang bahwa pendidikan dasar
merupakan pendidikan yang mendasari jenjang pendidikan selanjutnya dengan
pertimbangan aspek-aspek tingkah laku perlu dipolakan sedini mungkin agar
mereka berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.
IPS adalah mata pelajaran yang
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial serta berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai,
sikap, dan keterampilan murid tentang masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Jadi, IPS dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah
konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian
diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran
pada tingkat persekolahan.
b.
Perkembangan Pendidikan IPS
Pertama kali Social Studies
dimasukkan secara resmi ke dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris)
pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad
18), yang ditandai dengan perubahan
penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Alasan dimasukannya social studies (IPS) ke dalam kurikulum
sekolah karena berbagai ekses akibat industrialisasi di berbagai negara di
belahan dunia juga terjadi, di antaranya perubahan perilaku manusia akibat
berbagai kemajuan dan ketercukupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mendorong industrialisasi telah menjadikan bangsa semakin maju dan modern,
tetapi juga menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks. Para ahli ilmu
sosial dan pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang
mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut. Sehingga untuk
mengatasi berbagai masalah sosial di lingkungan masyarakat tidak hanya
dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan secara disipliner, tetapi juga dapat
dilakukan melalui pendekatan program pendidikan formal di tingkat sekolah.
Latar belakang perlu dimasukkannya Social
studies dalam kurikulum sekolah di beberapa negara lain juga memiliki
sejarah dan alasan yang berbeda-beda. Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris
karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika
Serikat terdiri dari berbagai macam ras di antaranya ras Indian yang merupakan
penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro yang
didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara
tersebut. Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak
menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan
selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865
di mana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai
terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit
untuk menjadi satu bangsa.
Latar belakang dimasukkannya bidang
studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan di
beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan pertentangan politik
bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan
terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional
bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan berbagai
masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan program pendidikan sebagai
propaganda dan penanaman nilai-nilai sosial budaya masyarakat, berbangsa dan
bernegara ke dalam kurikulum sekolah.
Pertimbangan lain dimasukkannya social
studies ke dalam kurikulum sekolah adalah karena kebutuhan murid sekolah,
di mana kemampuan murid sangat menentukan dalam pemilihan program pendidikan
lanjut dan pengorganisasian materi social studies. Agar materi pelajaran
social studies lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh murid sekolah
dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan
masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman
sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih
mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para murid dari pada
bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh
para ahli IPS atau social studies. Di
sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS dikenal dengan social studies. Jadi, istilah IPS merupakan terjemahan social studies. Dengan demikian IPS
dapat diartikan dengan “penelaahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam
mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif
sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,
antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang
disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas tentang IPS,
dibawah ini akan diuraikan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa
tokoh pendidikan terkenal, baik tokoh-tokoh dari Amerika Serikat maupun
Tokoh-tokoh IPS dari Indonesia.
1)
Edgar B Wesley menyatakan bahwa
“social studies are the social sciences simplified for
paedagogieal purposes in school. The social studies consist of geografy
history, economic, sociology, civics and various combination of these subjects”. (Ilmu kemasyarakatan adalah ilmu
pengetahuan sosial disederhanakan untuk penggunaan paedagogieal di sekolah.
Ilmu kemasyarakatan terdiri dari riwayat geografy, ekonomi, sosiologi,
kewarganegaraan dan berbagai kombinasi dari subyek ini).
2)
John Jarolimek mengemukakan
bahwa: “The social
studies as a part of elementary chool curriculum draw subject-matter content
from the social science, history, sociology, olitical science, social
psychology, philosophy, antropology, and economic.” (Ilmu kemasyarakatan
sebagai satu bagian dari gambar kurikulum sekolah dasar konten pokok pembahasan
dari sosial pengetahuan, riwayat, sosiologi, ilmu pengetahuan politik,
psikologi sosial, filsafat, antropology, dan ekonomi).
3)
Moeljono Cokrodikardjo
mengemukakan bahwa: ”IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari
ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni
sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geokrafi, ekonomi, ilmu
politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional
dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.”
4)
S. Nasution juga mengatakan bahwa: “IPS sebagai pelajaran
yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan
bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran
manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi,
geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.”
c.
Tujuan Pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar
Mata pelajaran di
Sekolah Dasar merupakan program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan menilai ilmiah kepada murid. Dengan pelajaran IPS diharapkan murid dapat memahami konsep-konsep IPS dan memilki keterampilan proses untuk mengembangkan
pengetahuan dan ide tentang kehidupan bermasyarakat.
Pada dasarnya Pendidikan IPS
merupakan penyederhanaan dari materi ilmu-ilmu sosial untuk keperluan
pembelajaran di sekolah. Dengan penyederhaan materi tersebut, maka para murid
dengan mudah dapat melihat, menganalisis dan mamahami gejala-gejala yang ada
dalam masyarakat lingkungannya. Konsep utama Pendidikan IPS menurut Yusnidar (dalam
Sutisna: 2010) adalah interaksi individu
dengan lingkungannya. Sedangkan pembelajaran Pendidikan IPS mempergunakan
pendekatan integratif.
Tujuan Pendidikan IPS dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori berikut ini. Knowledge, yang
merupakan tujuan utama Pendidikan IPS, yaitu membantu para murid belajar
tentang diri mereka sendiri dan lingkungannya. Hal-hal yang dipelajari
sehubungan dengan ini adalah geografi, sejarah, politik, ekonomi, antropologi
dan sosiopsikologi. Keterampilan, yang berhubungan dengan tujuan Pendidikan
IPS, dalam hal ini mencakup keterampilan berpikir (thinking skills). Attitudes,
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok sikap yang diperlukan untuk tingkah
laku berpikir (intelectual behaviour) dan tingkah laku sosial (social
behaviour). Value, dalam hubungan ini, adalah nilai yang terkandung
dalam masyarakat yang didapatkan dari lingkungan masyarakat sekitar maupun
lembaga pemerintahan (falsafah bangsa). Termasuk didalamnya adalah nilai-nilai
kepercayaan, nilai ekonomi, pergaulan antarmanusia, ketaatan pada pemerintah,
hukum, dan lain-lain.
‘Sedangkan tujuan utama Pendidikan IPS adalah untuk melatih murid
dapat bertanggungjawab sebagai warga negara yang baik Gross.’ (Sutisna: 2010).
‘Di samping
itu juga untuk menolong anak dan pemula untuk dapat aktif berpengetahuan, menjadi
manusia yang mampu beradaptasi, mampu berfungsi dan berperan dalam menghadapi
seluruh kehidupannya dan mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya lewat
kegiatan pembelajaran Pendidikan IPS di SD’.(Joyce dalam Suprijono, 2010:46).
Terdapat beberapa orientasi
Pendidikan IPS, yang sebenarnya dari waktu ke waktu akan berubah sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, yaitu pertama, menanamkan etika sosial, dengan
mengupayakan peserta didik agar berperilaku sesusai dengan norma-norma dan
nilai-nilai yang berlaku, seperti berkelakuan baik, berani membela kebenaran
dan keadilan, bekerja sama, suka menolong, dan sebagainya. Kedua, orientasi
nilai disiplin ilmu yang dapat memperkuat orientasi pertama tadi. Dalam
orientasi ini, ilmu-ilmu variabel-variabelnya, dengan hukum-hukumnya, sehingga
terjadi peristiwa sosial tertentu.
Ketiga, orientasi keterampilan teknik
dan partisipasi sosial dalam kehidupan sosial di tempat mereka berada. Dari
praktek kehidupan nyata itulah murid belajar lebih jauh, sehingga akhirnya mereka
lebih adaptif terhadap kehidupan yang senantiasa berubah. Keempat, orientasi
kemampuan memecahkan masalah dan berinovasi, yang diperlukan setelah murid
mampu berpartisipasi aktif. Mereka mampu berinovasi dalam memperbaiki kualitas
hidupnya, bahkan juga masyarakatnya ke arah yang lebih baik. (Achmad Sanusi, dalam
Sutisna: 2010).
Adapun fungsi Pendidikan IPS di SD
ialah mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk melihat kenyataan
sosial yang dihadapi murid dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengajaran
sejarah berfungsi menumbuhkan rasa kebangsaan dan kebanggaan terhadap
perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini. Pendidikan
IPS di SD bertujuan agar murid mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran sejarah
bertujuan untuk mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat
Indonesia sejak masa lalu hingga kini agar murid memiliki kebanggaan sebagai
Bangsa Indonesia dan cinta tanah air.
d.
Ruang Lingkup Kajian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD
Secara mendasar,
pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala
tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi
kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya;
memamfaatkan sumber-daya yang ada dipermukaan bumi; mengatur kesejahteraan dan
pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat
manusia. Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan
manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai
anggota masyarakat.
Dengan
pertimbangn bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS
pada jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan peserta didik
tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan
dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pada jenjang
pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan
masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala
dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta
didik MI/SD.
Sebagaimana
telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai
anggota masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi
(a) substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan
(b) gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua
lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS
tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik
tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali
materi-materi yang bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pengajaran IPS
yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam
masyarakat tidak akan mencapai tujuannya.
4.
Pengertian Media
Pengertian media adalah alat yang digunakan dalam rangka
lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan murid dalam
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Achsin (1984:9-10), membagi pengertian secara umum dan secara
khusus. Media dalam artiumum adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang
untuk menyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima.
Sedangkan dalam arti khususnya, media adalah alat yang penggunaannya
diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran dan dimaksudkan untuk
mempertinggi mutu pembelajaran.
Menurut Arsyad (1997:5),
berpendapat bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia,
materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat murid mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, bahwa
guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.
Secara khusus media dalam proses belajar mengajar
cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk
menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal.
Suparno (1988:1), berpendapat bahwa media adalah
alat yang dipakai sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi
dari suatu sumber penerimanya. Media merupakan pembawa pesan atau informasi
harus dirancang secara sistematis sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan
kebutuhan murid dengan mempertimbangkan beberapa hal yang bertujuan agar media
dapat membantu belajar dan terjadi perubahan tingkah laku sesuai dengan yang
diharapkan, yaitu menjadi lebih baik dan kemajuan belajarnya meningkat.
Menurut Bertnard Stoner,”Media adalah pusat
informasi yang secara langsung mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku bagi
setiap individu yang dituju. Dengan penggunaan media yang tepat, maka dapat
membantu mentransformasikan maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh guru
kepada murid dalam proses belajar mengajar.
Jadi pengertian media secara keseluruhan adalah
alat atau pusat informasi yang memudahkan murid untuk belajar dan meningkatkan hasil
belajar murid dalam proses belajar mengajar.
5. Jenis-Jenis Media
Media dapat dikelompokkan menurut fungsi media itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk membantu pada
saat pemilihan, penetapan, dan pemanfaatan media yang digunakan.
Ada beberapa media yang
digunakan bila ada alat untuk menampilkannya atau yang memproyeksikannya. Ada
pula yang penggunaannya dapat digunakan apabila ada seorang guru, pengajar,
tutor, ataupun pembimbing. (Raharjo:1991:6)
Nababan mengelompokkan
media menjadi tiga yaitu: media yang dapat dilihat dan didengar (audio-visual),
media yang dilihat (visual), dan media berupa permainan (games). Media dapat
pula dikelompokkan berdasarkan kompleksitasnya dan besarnya biaya yang
dibedakan menjadi dua, yaitu media besar dan media kecil.
Pengelompokkan di atas
menjadi dua dimana media besar adalah media yang kompleks dan mahal, seperti;
televisi, film, video, dan komputer. Sedangkan media kecil adalah media yang
sederhana seperti; slide, kaset, bahan cetak dan radio.
Djamanah dan Zain
(2000:14), mengelompokkan media sebagai berikut :
a. Media Audio, yaitu media
yang hanya mengandalkan kemampuan suara seperti: radio dan piringan hitam.
Media ini adalah media yang pertama digunakan oleh manusia modern dalam berkombinasi.
b. Media visual, yaitu
media yang menampilkan gambar tidak bergerak, seperti: foto, lukisan, cetakan,
dan lain-lain.
c. Media Audio-Visual,
yaitu media gabungan dari audio dan visual yang dapat dilihat dan didengar,
seperti: televisi, Video, CD dan lainnya.
Media dapat pula
dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu media cetak (gambar) dan media non
cetak. Media cetak meliputi buku-buku teks, gambar diam, foto, dan sebagainya.
Sedangkan media non cetak meliputi: video kaset, audio kaset, slide projector,
dan overhead projector.
6. Media Gambar Dalam Pendidikan
Gambar dapat kita jumpai di sekitar kita, baik
yang hitam putih, maupun berwarna. Gambar merupakan media yang mempunyai peran
penting untuk memperjelas maksud dan tujuan. Dalam penggunaan, media gambar
dapat memberikan pengertian kepada individu, baik itu dewasa maupun anak-anak
tentang apa yang dilihat dari gambar tersebut.
Media gambar telah digunakan 2500 tahun lalu,
dengan ditemukannya huruf hyreglophyege
di Mesir. Dengan penggunaan huruf ini, dimana menggunakan gambar kita dapat
mengerti apa yang terjadi pada masa itu dan bagaimana kehidupan raja, rakyat,
sistem pendidikan dan sebagainya melalui media gambar dalam kertas papyrus dan pada dinding makam Raja
Fir’aun.
Gambar merupakan sarana yang cukup murah dan
efektif digunakan untuk memperjelas maksu dan tujuan yang diinginkan.
Penggunaan media yang dilakukan pada murid, tentunya dapat berjalan baik karenamurid
mempunyai imajinasidalam menampilkan maksud dari gambar.
Menggunakan gambar merupakan cara yang cukup
bermanfaat bagi murid. Dengan menggunakan gambar, maka dapat menarik perhatian murid
dalam menangkap apa yang dijelaskan oleh guru. Semua gambar mempunyai arti,
uraian, dan tafsiran sendiri.
Karena itu, media dapat digunakan sebagai media
pendidikan dan mempunyai nilai-nilai pendidikan bagi anak-anak dan memungkinkan
belajar dengan efektif di sekolah.
Beberapa alasan dasar penggunaan gambar sebagai
media adalah:
a. Gambar tersebut konkrit. Melalui media gambar,
para murid dapat melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan atau
dimaksudkan dalam kelas.
b. Gambar mengatasi batas, ruang, dan waktu. Huruf hyreglopyge dapat kita jumpai sampai
sekarang, padahal dibuat pada masa Dinasti Mesir Kuno.
c. Gambar mengatasi daya mampu panca indera manusia.
Benda-benda kecil yang tak dapat dilihat, dapat terlihat dengan penggunaan
fotografi yang memperbesar suatu objek yang menggunakan kamera khusus, sehingga
dapat dilihat dengan jelas.
d. Dapat dipergunakan untuk memperjelas suatu
masalah, karena bernilai tehadap pelajaran yang diberikan guru di sekolah.
e. Gambar sangat murah, efektif, dan efisisen dalam
memperjelas maksud dan tujuan.
f. Gambar mudah digunakan, baik untuk individu maupun
perkelompok.
Dalam proses pembelajaran interaktif, media gambar
mampu membangkitkan daya rangsang terhadapmurid untuk merespon adanya stimulus
dalam proses belajar mengajar. (Abdurrahman:1998:36).
Oleh karena itu, kompetensi pembelajaran yang
ideal adalah mendesain sedemikian rupa model pembelajaran dengan bentuk
pemanduan antara materi dengan gambar-gambar yang ada dalam kelas maupun
memberikan deskripsi terhadap materi-materi yang terdapat gambar di dalamnya
yang kemudian murid diberikan tugas untuk menjelaskan makna-makna gambar yang
terdapat dalam pelajaran.
7.
Manfaat Media Gambar
Manfaat media gambar sangat besar dalam membantu
guru dalam menjelaskan di depan kelas. Menurut Encyclopedia Of Education (2004:17), manfaat media pengajaran adalah:
1. Meletakkan dasar-dasar yang konkrituntuk berfikir.
2. Memperbesar perhatian murid.
3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk
perkembangan belajar. Oleh sebab itu, murid akan menjadi lebih focus dalam
belajar.
4. Memberi pengalaman yang nyata agar dapat
menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu.
6. Menumbuhkan pengertian. Dengan demikian, dapat
membantu perkembangan kemampuan dalam belajar murid.
7. Memberi pengalaman yang tidak mudah didapatkan
dengan cara lain serta membantu perkembangan efesiensi yang lebih banyak dalam
belajar.
Dengan melihat kegunaan dalam proses belajar
mengajar, maka sebagai pelengkap dari nilai tersebut dikemukakan oleh Oemar
Hamalik (1989:29), dalam bukunya media pendidikan sebagai berikut:
1. Media pendidikan melampaui batas pengalaman pribadi
murid, biasanya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dibatasi oleh
faktor-faktor perorangan dan kondisi yang ada dalam masyarakat.
2. Media pendidikan melampaui batas-batas ruang
kelas.
Bagi guru, sangat penting dalam menentukan apakah
media mutlak digunakan atau tidak. Hal ini dapat memberikan suatu pengertian
bahwa guru senantiasa mampu menangkap apa yang diinginkan dan apa yang
diinginkan dan yang membantu dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Manfaat media sangat besar dalam pembelajaran yang
dilakukan oleh guru, karena dengan penggunaan media gambar tentunya memberikan
interaksi yang lebih baik lagi antara murid dan guru. Penggunaan media gambar
sangat berguna dalam membantu penjelasan guru secara lisan. Dengan demikian,
penggunaan media dapat ditanggap dan dimengerti oleh murid secara langsung.
Dengan penggunaan media gambar, tentunya
diharapkan dapat meningkatkan hasil dan hasil belajar dari setiap murid.
8.
Kelemahan dan Kelebihan Media Gambar
Walaupun media gambar merupakan media yang tepat
dan baik digunakan dalam pembelajaran di sekolah dasar namun pasti ada saja
kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh media gambar tersebut sebagai
sebuah karakteristik dari media gamabar itu sendiri. Dari sumber yang ada, ada
beberapa kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh media gambar yaitu :
a. Kelebihan Media Gambar :
1. Sifatnya
konkrit.
2. Gambar
dapat mengatasai masalah batasan ruang dan waktu.
3. Media
gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
4. Dapat
memperjelas suatu masalah.
5. Murah
harganya, mudah didapat, mudah digunakan, tanpa memerlukan peralatan yang
khusus.
b. Kekurangan Media Gambar :
1. Penghayatan
tentang materi kurang sempurna
2. Gambar
atau foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan
pembelajaran.
3. Ukuran sangat terbatas untuk kelompok besar.
9.
Langkah – langkah pembelajaran dengan menggunakan media gambar menurut Suroso
Widihatmoko (2011) bisa digambarkan dalam langkah – langkah sebagai berikut :
1.
Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2.
Menyajikan
materi sebagai pengantar.
3.
Guru
menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4.
Guru
mengelompokan murid untuk berdiskusi
5.
Guru
menunjuk / memanggil murid secara bergantian memasang
memilih/menyebutkan/mengurutkan jenis gambar .
6.
Guru
menanyakan alasan / dasar pengertian gambar tersebut.
7.
Dari
alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai.
8.
Murid
mendapat LKS dan dikerjakan berkelompok
9.
Murid
melakukan Tanya jawab antar kelompok dari hasil diskusi mengerjakan LKS
10. Bersama murid guru merumuskan
kesimpulan / rangkuman.
11. Guru memberi kesempatan murid
untuk bertanya tentang materi yang belum jelas.
12. Bersama murid mengevaluasi hasil
materi dan memberikan PR kemudian salam
B. Kerangka
Berfikir
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan,
kerangka piker merupakan garis-garis besar yang sangat mendukung agar dalam
pengumpulan data, menganalisis data dan penarikan kesimpulan dapat lebih
terarah. Adapun kerangka piker dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Kondisi Awal
|
Tindakan yang harus dilakukan
|
Hasil belajar IPS Meningkat
|
Faktor Guru
-
Kurangnya
kreativitas guru dalam mengajar.
Faktor murid
-
Hasil
belajar IPS murid belum mencapai KKM.
|
Penggunaan media gambar dalam pembelajaran.
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Kondisi Akhir
|
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
C. Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan latar belakang dan untuk menjawab
rumusan masalah yang dikemukakan, penulis merumuskan hipotesis, yakni: “Melalui
media gambar, dapat meningkatkan hasil belajar murid kelas IV pada SDN 38 Kolai
Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang
digunakan yaitu penelitian tindakan kelas (PTK), yang dilakukan secara
kolaborasi dengan guru kelas. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan menyimak pelajaran IPS mengenai tarian daerah, sejarah, dan bagaimana
interaksi serta norma-norma yang baik melalui media gambar.
B. Lokasi,
Waktu dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 38 Kolai
Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.
Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan yakni bulan Maret sampai
bulan April. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah murid kelas IV SDN
38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang dengan jumlah murid adalah 29
orang, yang terdiri dari 17 laki-laki dan 12 orang perempuan.
C. Fokus
Tindakan Kelas
Untuk menjawab permasalahan, ada beberapa faktor yang diamati, yaitu;
1.
34
|
27
|
2.
Faktor
Proses, yaitu melihat keaktifan murid berinteraksi dengan guru dan sesama murid
lainnya dalam proses belajar mengajar.
3.
Faktor Hasil, yaitu melihat hasil kemampuan
menulis murid setelah tes akhir yang diberikan setiap siklus.
D. Prosedur
Penelitian
1.
Gambaran Umum
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap
siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Setiap akhir
siklus diberikan tes akhir untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai
oleh murid. Keberhasilan penelitian ini adalah apabila 85% murid telah memperoleh skor minimal 65.
Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus
kegiatan, yaitu:
a. Siklus I dilaksanakan selama empat (4) kali
pertemuan.
b. Siklus II dilaksanakan selama empat (4) kali pertemuan.
Hal-hal yang paling penting dilakukan pada kedua
siklus di atas, yaitu:
a. Mengidentifikasikan keadaan murid selama proses
pembelajaran berlangsung.
b. Meningkatkan kreatifitas murid dalam hal
menyelesaikan soal-soal.
c. Menganalisis refleksi yang diberikan guru mata
pelajaran dan refleksi yang dibuat murid.
d. Evaluasi keberhasilan murid dalam mengikuti siklus
dalam setiap pertemuan.
Penelitian tindakan ini dilaksanakan di dalam
kelas. Desain ini dipilih karena masalah utama muncul dari praktik pembelajaran
di kelas sebagai upaya peningkatan prestasi belajar murid melalui model
pembelajaran kooperatif, prosedur penelitian tindakan ini tampak pada alur
pelaksanaan tindakan berikut:
Perencanaan
|
SIKLUS I
|
Pengamatan
|
Perencanaan
|
SIKLUS II
|
Pengamatan
|
Pelaksanaan
|
Refleksi
|
Pelaksanaan
|
Refleksi
|
Gambar 2.2.
Prosedur PTK (Arikunto 2008 : 16)
2.
Rincian
Prosedur Penelitian
Secara rinci, prosedur penelitian tindakan ini
dijelaskan sebagai berikut:
SIKLUS I
1.
Tahapan Perencanaan
a.
Menelaah
kurikulum IPS kelas IV SD, semester
genap tahun pelajaran 2013/2014 untuk kesesuaian waktu antara materi pelajaran
dengan rencana penelitian.
b.
Menyusun
rencana pembelajaran.
c.
Membuat
lembaran observasi untuk mengamati kondisi pembelajaran di kelas ketika
pelaksanaan tindakan berlangsung.
d.
Membuat LKS.
2.
Tahap
Pelaksanaan Tindakan
Bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:
a.
Pengajaran
IPS dengan pokok bahasan seni dan budaya Indonesia.
b.
Mengamati
aktivitas murid dalam proses pembelajaran untuk mengetahui kemampuan murid
dalam pemberian tindakan.
c.
Pemberian
tugas untuk mengetahui pencapaian indikator hasil belajar setelah proses
pembelajaran.
d.
Pemberian tugas
rumah (PR) untuk melatih mengerjakan tugas.
e.
Perbaikan
jawaban murid terhadap indikator yang belum dicapai di atas (tugas yang
diberikan) sampai indikator tersebut tercapai dan menuliskan komentar tentang
kekurangan dan kelebihan murid terhadap tugas yang dikerjakan.
f.
Tiap
pertemuan, guru mencatat semua kejadian yang dianggap penting seperti kehadiran
murid dan keaktifan murid dalam mengikuti pelajaran.
3.
Tahap
Pengamatan ( Observasi)
Proses observasi yang dilakukan dalam hal ini
adalah mendokumentasikan pengaruh tindakan yang diberikan selama proses
pembelajaran IPS berupa pengamatan terhadap kondisi selama pelaksanaan tindakan
berlangsung.
4.
Refleksi
Hasil yang diperoleh dalam tahapan pengamatan
(observasi) dikumpulkan dan dianalisa oleh peneliti agar dapat dilihat dan
direfleksikan, apakah tindakan yang telah dilakukan dapat meningkatkan prestasi
pembelajaran IPS. Hasil analisis pada tahap ini digunakan sebagai acuan untuk
melaksanakan siklus selanjutnya sehingga yang dicapai pada siklus berikutnya
sesuai dengan yang diharapkan dan hendaknya bia lebih baik dari siklus
sebelumnya.
SIKLUS II
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan pada siklus
II ini, merupakan hasil refleksi dari siklus I. Oleh sebab itu, langkah-langkah
yang dilakukan relatif sama dengan siklus II dengan mengadakan beberapa
pernaikan dan penyempurnaan sesuai dengan kenyataan yang telah dikemukakan di
lapangan.
1.
Perencanaan Tindakan
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a.
Merancang
tindakan berdasarkan hasil refleksi siklus I.
b.
Menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran.
c.
Membuat
lembar observasi untuk mengamati kondisi pembelajaran di kelas ketika
pelaksanaan tindakan berlangsung.
Perbaikan pengajaran sehingga indikator hasil
belajar yang akan dicapai setiap pertemuan dapat tuntas pada pertemuan itu,
sehingga tidak ada murid memperbaiki tugasnya setelah diperiksa.
2. Tahap
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II
adalah mengulangi kembali tahap-tahap pada siklus I sambil mengadakan perbaikan
atau penyempurnaan sesuai hasil yang diperoleh pada siklus I.
3. Tahapan
Pengamatan (Observasi)
Pada proses observasi yang dilaksanakan pada
siklus kedua mengikuti teknik observasi pada siklus I.
4. Refleksi
Data yang diperoleh dari hasil observasi
dikumpulkan dan dianalisis. Dari hasil tersebut, peneliti merefleksikan diri
dengan melihat kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada siklus I. Dari hasil
analisis, dapat dibuat kesimpulan dengan pendekatan pembelajaran yang
dilakukan.
E.
Teknik Pengumpulan Data
1.
Data awal
diperoleh dari hasil tes awal yang dilaksanakan sebelum siklus I dimulai.
2.
Data juga
diperoleh dengan melakukan observasi di lapangan (di dalam kelas) dengan
melihat situasi kelas pada saat proses pembelajaran, dan didokumentasikan.
3.
Data mengenai
tingkat aktivitas murid dari proses pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan
lembar observasi.
F.
Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian menggunakan analisis deskriptif
untuk menganalisis hasil belajar IPS melalui penggunaan media gambar pada murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai berdasarkan hasil
tes (2 kali tes), yaitu siklus pertama dan siklus kedua, kemudian menghitung
nilai persentase rata-rata hasil belajar murid dengan kategorisasi hasil
belajar murid, yaitu:
Tabel 3.1. Pengkategorian Nilai
No.
|
Interval
|
Kategori Hasil Belajar
|
1
|
0
– 34
|
Sangat
Rendah
|
2
|
35
– 54
|
Rendah
|
3
|
55
– 64
|
Sedang
|
4
|
65
– 84
|
Tinggi
|
5
|
85
– 100
|
Sangat
Tinggi
|
G. Indikator
Penilaian
Indikator penilaian pembelajaran IPS melalui penggunaan media gambar pada murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai adalah apabila terjadi peningkatan skor rata-rata hasil belajar IPS
dari tahap pertama ke tahap kedua. Perlakuan dianggap berprestasi apabila
mengcapai nilai ketuntasan individu mencapai KKM 65 dan ketuntasan secara klasikal harus mencapai 85%
dari 29 murid.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Penelitian
Pada bab ini dibahas hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan prestasi
belajar IPS melalui media gambar pada murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai. Adapun yang diamati
dalam penelitian ini adalah motvasi belajar murid dari prestasi belajarnya.
Selain itu, diamati aktvitas belajar murid selama pembelajaran berlangsung.
1.
Hasil Siklus I
a.
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti melakukan telah terhadap kurilukum khususnya
kurikulum SD. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai standar kompetensi (SK)
yang ingin dicapai yaitu menghargai perjuangan para tokoh pejuang
pada masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia, dan
kompetensi dasar (KD) yaitu mengenal tokoh-tokoh pejuang di Indonesia. Selanjutnya membuat lembar
observasi dan membuat alat evaluasi.
b.
Pelaksanaan
Tindakan
42
|
Pertemuan pertama pada siklus I dimulai hari sabtu 10 Mei 2014
dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi secara klasikal
selama kurang lebih 10 menit kemudian guru membagi murid dalam beberapa
kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 anggota.
Pada siklus I, semangat murid
dalam mengikuti pembelajaran melalui media gambar sangat kurang, ini terjadi
karena disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, peneliti tidak memberikan
apersepsi sebelum memasuki materi pembelajaran. Materi pembelajaran IPS,
khusunya mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi
serta pengalaman menggunakannya perlu diawali dengan apersepsi agar
pembelajaran tersebut lebih konkrit bagi murid. Murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai teryata belum
terlalu memahami perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi
seperti apa yang diperkirakan oleh Peneliti.
Setelah menyampaikan pokok materi dan tujuan pembelajaran, peneliti
langsung memasuki kegiatan inti tanpa memberikan apersepsi terlebih dahulu.
Peneliti menganggap bahwa materi pembelajaran, yaitu mengenal perkembangan
teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya
belum dikenal oleh murid
dan perlu lagi dilakukan apersepsi. Tapi tenyata, bagi kelas IV SD Negeri 38 Kolai, hal tersebut masih
sangat asing dan membutuhkan apersepsi sebagai pengetahuan awal untuk bisa
memahami materi yang dipelajari.
Hal lain yang menyebabkan murid tidak semangat dan tidak tertarik untuk
mengikuti pembelajaran adalah media pembelajaran yang masih terbilang baru bagi
mereka. Pada saat proses pembelajaran memasuki kegiatan inti, murid tampak
sangat kaku dan bingung dengan media gambar yang digunakan. Peneliti sedikit
merasa kesulitan dalam melakukan pembagian kelompok karena murid harus
diarahkan satu per satu berkumpul dengan kelompok mereka.
Begitu pula saat kelompok terbentuk, para murid hanya menerima materi
yang diberikan dan kurang mampu melakukan diskusi atau kerja sama dengan
teman-teman kelompok mereka. Peneliti terus memberikan pengarahan dan bimbingan
agar murid mau mempelajari lembar materi dan mendiskusikannya sama
teman-temannya, namun hasilnya masih nihil. Hanya ada beberapa murid yang mapu
diarahkan, kebanyakan dari mereka masih tetap kaku dan terlihat kebingungan.
Hal ini memberikan gambaran buat peneliti bahwa sebelumnya murid kelas IV SD
Negeri 38 Kolai sangat
jarang menerima pembelajaran dalam bentuk media gambar.
Proses pembelajaran masih belum berlangsung sesuai dengan konsep model
pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Akan tetapi walaupun demikian,
pembelajaran harus tetap berlangsung sesuai dengan rencana pembelajaran yang
telah disusun karena mengingat waktu yang terbatas.
Setelah melakukan diskusi dalam kelompok belajar, murid diharapkan sudah
mampu menguasai materi pembelajaran, namun kenyataan masih jauh dari harapan,
hal ini terlihat dari hasil observasi yang dilakukan saat pembelajaran
berlangsung dan hasil tes latihan setelah proses pembelajaran selesai. Selain
itu, tampak sangat jelas ketidakmampuan murid dalam menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung, yaitu memberikan
pertanyaan kepada murid yang ditunjuk.
Beberapa murid yang ditunjuk, tapi belum ada murid yang berhasil menjawab
sendiri pertanyaan yang diberikan oleh peneliti, pertanyaan yang diberikan masih
dijawab secara bersama-sama setelah yang bersangkutan kelihatan tidak mampu
untuk menjawabnya. Hingga pada pertanyaan yang keempat baru memberikan
kegembiraan. Murid yang
bernama Tri Aprilia mampu menjawab pertanyaan dengan baik tanpa dibantu oleh temannya.
Selanjutnya pada pertanyaan keenam, Darna Saputra yang terbilang aktif dalam
mengikuti pembelajaran juga mampu menjawab pertanyaan dengan sangat sempurnah.
Akan tetapi, walaupun ada beberapa murid yang mampu menjawab pertanyaan,
pembelajaran belum memberikan keberhasilan yang memuaskan karena masih lebih
banyak murid yang tidak menguasai materi pembelajaran.
Tidak adanya semangat murid mengikuti proses pembelajaran mengakibatkan murid cenderung untuk
melakukan pekerjaan lain. Dari hasil observasi yang dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung, murid yang melakukan pekerjaan lain ada 15 murid pada pertemuan pertama
dan 9 murid pada
pertemuan kedua.
Murid kelihatan kurang mampu dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab
pertanyaan dari teman-teman mereka. Mereka juga belum bisa bekerja sama dengan
baik dengan teman-teman kelompoknya. Kondisi tersebut di atas mengakibatkan
murid kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran.
c.
Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti selama berlangsungnya
penelitian, diperoleh data perubahan sikap dan perilaku belajar seperti
kehadiran dan keaktifan murid pada setiap siklus. Hasil observasi perubahan
sikap dan perilaku murid pada siklus I disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Hasil Observasi Aktivitas Murid pada Siklus I
No.
|
Aspek yang Diamati
|
Pertemuan
|
Persentase
|
Kategori
|
|
1
|
2
|
||||
1
|
Murid yang
memperhatikan penjelasan guru
|
12
|
17
|
50%
|
Sedang
|
2
|
Murid yang bertanya
kepada kelompok lain
|
10
|
15
|
43,10%
|
Rendah
|
3
|
Murid yang menjawab
pertanyaan kelompok lain
|
14
|
18
|
55,17%
|
Sedang
|
4
|
Murid kerjasama
dalam kelompoknya
|
15
|
18
|
56,89%
|
Sedang
|
5
|
Murid yang
mengerjakan pekerjaan lain
|
15
|
9
|
41,37%
|
Rendah
|
Berdasarkan data pada tabel di atas, diperoleh gambaran mengenai aktvitas
belajar murid pada siklus I, dimana dari 29 murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai yang diobservasi
terkait aspek-aspek aktvitas belajar, hasilnya dapat dijelaskan dalam skala
deskriptif sebagai berikut: 1) murid yang memperhatikan penjelasan guru sebesar
50% atau berada dalam kategori sedang, 2) murid yang bertanya kaepada kelompok
lain sebesar 43,10% atau berada dalam kategori rendah, 3) murid yang menjawab
pertanyaan kelompok lain sebesar 55,17% atau berada dalam kategori sedang, 4)
murid yang kerjasama dalam kelompoknya sebesar 56,89% atau berada dalam
kategori sedang, dan 5) murid yang mengerjakan pekerjaan lain sebesar 41,37% atau
berada dalam kategori rendah.
Pengukuran hasil belajar IPS murid diklasifikasikan atas lima kategori
yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Selengkapnya
disajikan pada tabel 4.3. berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar IPS
Murid pada Siklus I
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase(%)
|
0 – 34
|
Sangat Rendah
|
0
|
0
|
35 – 54
|
Rendah
|
4
|
13,79
|
55 – 64
|
Sedang
|
13
|
44,82
|
65 – 84
|
Tinggi
|
11
|
37,93
|
85 – 100
|
Sangat Tinggi
|
1
|
3.44
|
Jumlah
|
29
|
100
|
Pada tabel tersebut di atas, menunjukkan bahwa tak seorangpun murid yang
nilainya berada dalam kategori sangat rendah, 4 murid atau 13,79% nilainya berada dalam
kategori rendah, 13 murid
atau 44,82% nilainya berada dalam kategori sedang, 11 murid atau 37,93% nilainya berada dalam
kategori tinggi dan 1 murid atau 3,44% nilainya berada dalam kategori sangat tinggi.
Apabila prestasi belajar murid pada siklus I dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar murid pada
siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Deskripsi Ketuntasan Belajar Murid
Kelas IV SD Negeri 38 Kolai
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase (%)
|
0 – 64
|
Tidak Tuntas
|
18
|
62,07
|
65 – 100
|
Tuntas
|
11
|
37,93
|
Jumlah
|
29
|
100
|
Berdasarkan tabel 4.4. dapat disimpulkan bahwa banyaknya
murid yang ketuntasan belajarnya berada pada kategori tidak tuntas sekitar 62,07% sedangkan murid yang hasil
belajarnya berada pada kategori tuntas sekitar 37,93%.
Adapun grafik ketuntasan belajar
pada siklus I dapat dilihat berikut:
Gambar 4.3.
Grafik Ketuntasan belajar siklus I
|
d.
Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran IPS
melalui media gambar dalam meningkatkan prestasi belajar IPS murid
kelas IV SD Negeri 38 Kolai, maka diperoleh keberhasilan walaupun masih
terdapat kelemahan dalam pembelajaran sehingga mempengaruhi hasil belajar IPS
murid. Hasil belajar IPS murid rata-rata 66,03 dimana nilai rata-rata tersebut belum memenuhi standar KKM yaitu 65,
bahan 58,6% murid yang memiliki hasil belajar
pada kategori tidak tuntas. Hal ini menjadi masukan dalam melakukan telaah
terhadap kelemahan dalam proses pembelajaran sehingga menjadi masukan dalam
pelaksanaan pembelajaran IPS pada siklus II, yaitu selama pembelajaran IPS pada
siklus I melalui media gambar, walaupun telah diterapkan tetapi masih ada aspek-aspek tertentu yang
kurang maksimal seperti murid yang bertanya kepada peneliti, murid yang menjawab pertanyaan
lain, murid yang kerjasama dalam kelompoknya. Oleh karena itu, pada siklus II
hendaknya diterapkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan media
gambar dengan metode STAD, dan
memberikan motvasi
serta penguatan secara intensif agar murid dapat lebih mengikuti pelajaran IPS
sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar murid.
2.
Hasil Siklus II
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti
melakukan tela’a terhadap kurilukum khususnya kurikulum SD. Hal tersebut
dilakukan untuk mencapai standar kompetensi (SK) yang ingin dicapai yaitu mengenal
sumber daya alam, kegiatan ekonomi dan kemajuan di lingkungan kabupaten I kota
dan provinsi, dan kompetensi dasar (KD) yaitu mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
Selanjutnya membuat lembar observasi dan membuat alat evaluasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II adalah mengulangi kembali tahap-tahap pada
siklus I sambil mengadakan perbaikan dari kekurangan dan kekeliruan yang
dilakukan pada siklus I.
Setelah merefleksi pelaksanaan siklus I diperoleh gambaran tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus
II yaitu, setiap pertemuan diawali dengan pemberian apersepsi sehingga
pokok materi menjadi lebih konkrit bagi murid. Selain itu, penerapan model pembelajaran
dengan menggunakan media gambar juga dilakukan lebih maksimal sehingga murid
lebih bersemangat dan merasa senang dalam mengikutinya. Semangat murid pada siklus II dalam mengikuti pembelajaran
melalui penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar sudah
mulai terbangun, ini terjadi karena murid sudah mulai terbiasa dengan model
pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Selain itu, pokok materi yaitu mengenal
perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman
menggunakannya sudah mulai mereka kenal sehingga lebih memudahkan peneliti
untuk menarik perhatian mereka mengikuti proses pembelajaran.
Sebelum menyampaikan pokok materi dan tujuan pembelajaran, peneliti
mencoba melakukan apersepsi, tapi murid kelihatan sudah
mengenal materi yang akan mereka pelajari sehingga peneliti langsung memasuki
kegiatan inti dan hanya sedikit melakukan sedikit apersepsi. Peneliti
menganggap bahwa materi pembelajaran, yaitu
mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya sudah
dikenal oleh murid dan tidak perlu lagi dilakukan apersepsi terlalu jauh. Murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai, tidak asing lagi
dengan materi tersebut, mereka sudah mempunyai pengetahuan awal sebagai bekal
untuk menguasai materi pelajaran mengenal perkembangan teknologi produksi,
komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
Pada siklus II
ini, baik pertemuan pertama maupun pertemuan kedua, murid memperlihatkan
ketertarikan untuk mengikuti proses pembelajaran. Mereka tidak lagi kelihatan
bingung dan kaku seperti pada siklus I. Mereka terlihat sudah semangat dan sudah mengerti dengan semua
aba-aba yang disampaikan selama pembagian kelompok, mereka juga langsung
melakukan tugas-tugas mereka dalam kelompok mereka yaitu mempelajari dan
mendiskusikan materi yang dibagikan dengan teman kelompoknya, mereka sudah
mampu melakukan kerja sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
Tugas peneliti pada siklus ini tidak lagi terlalu berat, murid-murid
dapat berdiskusi dengan teman kelompok mereka dengan baik dan tenang tetapi
peneliti harus mengawasi agar suasana tetap kondusip. Peneliti juga melayani pertanyaan
dari murid jika ada materi yang tidak dipahami oleh mereka. Murid kelihatan
sangat nikmat dalam
mengikuti proses pembelajaran. Suasana kelas begitu kondusip, tenang dan tidak
ada suara-suara bising yang mengganggu.
Sebelum waktu kerja kelompok habis, murid sudah mampu menyelesaikan
soal-soal yang tercantum dalam materi yang dibagikan. Begitu selesai
mengumpulkan tugas kelompok, murid kembali diarahkan untuk menempati tempat
duduk mereka masing-masing dan ditunjuk satu persatu untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan sesuai dengan gambar .
Beberapa murid yand ditanya dan hanya beberapa yang masih kurang mampu
menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal
ini memberikan bukti bahwa murid betul-betul sudah memahami semua materi yang
telah diajarkan. Kondisi seperti ini tentu saja diharapkan dapat terus
berlangsung, murid harus tetap bisa bekerja sama dengan baik dengan teman-teman
mereka dan harus tetap terbiasa serta merasa senang dengan model pembelajaran
dengan menggunakan media gambar yang dianggap lebih efektif dalam meningkatkan prestasi
belajar murid.
Hasil observasi dari pelaksanaan
siklus II sudah memperlihatkan hasil yang cukup memuaskan. Dari aspek
keaktifan, terlihat ada 26 murid
yang memperhatikan penjelasan guru pada pertemuan pertama dan meningkat menjadi
28 murid pada pertemuan
kedua. Dan murid yang melakukan pekerjaan lain pada saat proses pembelajaran
berlangsung ada 3 murid
pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua sisa 1 murid.
Hal tersebut memberikan peningkatan yang sangat bagus terhadap ketuntasan
belajar murid, dimana dari 29 jumlah murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai, ada 27 murid yang berada pada kategori tuntas
dan sisa 2 murid yang
tidak tuntas.
c. Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti selama berlangsungnya
penelitian, diperoleh data perubahan sikap dan perilaku belajar seperti
kehadiran dan keaktifan murid pada setiap siklus. Hasil observasi perubahan
sikap dan perilaku murid pada siklus I disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Hasil
Observasi Aktvitas Murid pada Siklus II
No.
|
Aspek yang Diamati
|
Pertemuan
|
Persentase (%)
|
Kategori
|
|
1
|
2
|
||||
1
|
Murid yang
memperhatikan penjelasan guru
|
26
|
28
|
93,10
|
Sangat Tinggi
|
2
|
Murid yang bertanya
kepada kelompok lain
|
20
|
24
|
75,86
|
Tinggi
|
3
|
Murid yang menjawab
pertanyaan peneliti
|
23
|
27
|
86,20
|
Sangat Tinggi
|
4
|
Murid kerjasama
dalam kelompoknya
|
25
|
28
|
91,37
|
Sangat Tinggi
|
5
|
Murid yang
mengerjakan pekerjaan lain
|
3
|
1
|
7,14
|
Sangat Rendah
|
Berdasarkan data pada tabel di atas, diperoleh gambaran mengenai aktvitas
belajar murid pada siklus II,
dimana dari 29 murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai yang diobservasi terkait aspek-aspek aktvitas belajar,
hasilnya dapat dijelaskan dalam skala deskriptif sebagai berikut: 1) murid yang
memperhatikan penjelasan guru sebesar 93,10% atau berada dalam kategori sangat tinggi, 2) murid yang bertanya kaepada kelompok lain
sebesar 75,86% atau berada dalam kategori tinggi, 3) murid yang menjawab pertanyaan
kelompok lain sebesar 86,20% atau berada dalam kategori sangat tinggi, 4) murid
yang kerjasama dalam kelompoknya sebesar 91,37% atau berada dalam kategori sangat
tinggi, dan 5) murid yang mengerjakan pekerjaan lain sebesar 7,14% atau berada
dalam kategori sangat rendah.
Pengukuran hasil belajar IPS murid diklasifikasikan atas lima kategori
yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Selengkapnya
disajikan pada tabel 4.6. berikut:
Tabel 4.6. Distribusi
Frekuensi Skor Hasil Belajar IPS Murid pada Siklus II
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
|
0 – 34
|
Sangat Rendah
|
0
|
0
|
35 – 54
|
Rendah
|
0
|
0
|
55 – 64
|
Sedang
|
2
|
6,90
|
65 – 84
|
Tinggi
|
10
|
34,48
|
85 – 100
|
Sangat Tinggi
|
17
|
58,62
|
Jumlah
|
29
|
100
|
Pada tabel tersebut di atas, menunjukkan bahwa tak seorangpun murid yang
nilainya berada dalam kategori sangat rendah dan rendah, 2 murid
atau 6,90% nilainya berada dalam kategori sedang, 10 murid atau 54,48% nilainya berada dalam
kategori tinggi dan 17 murid
atau 58,62% yang
nilainya berada dalam kategori sangat tinggi.
Untuk melihat persentase
ketuntasan belajar IPS murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai setelah diterapkan
model Pembelajaran dengan menggunakan media gambar pada siklus II dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.7
Deskripsi Ketuntasan Belajar Murid Kelas IV SD Negeri 38 Kolai
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase (%)
|
0 – 64
|
Tidak Tuntas
|
2
|
6,90
|
65 – 100
|
Tuntas
|
27
|
93,10
|
Jumlah
|
29
|
100
|
Berdasarkan tabel 4.7. dapat disimpulkan bahwa banyaknya murid yang
ketuntasan belajarnya berada pada kategori tidak tuntas sekitar 6,90% sedangkan murid yang hasil
belajarnya berada pada kategori tuntas sekitar 93,10%.
Adapun grafik ketuntasan belajar
pada siklus II dapat
dilihat berikut:
Gambar 4.4.
Grafik Ketuntasan belajar siklus II
|
Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil yang dicapai pada siklus II, hasil belajar IPS
murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai melalui penerapan model pembelajaran dengan menggunakan
media gambar mencapai
rata-rata 87,24 dan
telah berada di atas standar KKM yaitu 85. Bahkan telah mencapai ketuntasan
belajar sesuai standar KKM, karena murid yang memperoleh hasil belajar di atas
standar KKM yaitu 93,10%
atau 27 dari 29 murid. Selain itu, proses
pembelajaran IPS melalui pembelajaran dengan menggunakan media gambar juga telah berlangsung
maksimal, karena langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan
media gambar telah
diserap dengan baik sehingga mendukung aktvitas belajar murid. Aktvitas belajar murid dalam mengikuti pelajaran
IPS di kelas IV SD Negeri 38 Kolai melalui model pembelajaran dengan
menggunakan media gambar meningkat pada siklus II dibandingkan pada siklus I karena pada
umumnya murid aktif sehingga mendukung penguasaan materi.
Berdasarkan data di
atas, maka setelah diterapkan model pembelajaran dengan menggunakan
media gambar dalam
pembelajaran IPS, hasil belajar IPS murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai dapat
meningkat. Jadi, model pembelajaran dengan
menggunakan media gambar dalam pembelajaran IPS sangat baik digunakan dalam meningkatkan
penguasaan murid terhadap materi pelajaran dan hasil belajar IPS murid, karena
model ini mengedepankan keaktifan murid belajar memahami materi pelajaran dan
mengemukakan pendapat berkaitan dengan gambar yang ditampilkan.
B.
Pembahasan
Model pembelajaran IPS
sangat penting artinya dalam menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran yang diterapkan seharusnya mengedepankan keaktifan murid sehingga
guru hanya bertugas untuk membimbing atau mengarahkan murid dalam belajar. Salah
satu model pembelajaran yang mengedepankan keaktifan murid dalam belajar adalah
model pembelajaran dengan
menggunakan media gambar. Dengan model
pembelajaran dengan menggunakan media gambar, penguasaan terhadap materi dapat lebih maksimal dalam meningkatkan hasil
belajar murid di sekolah dasar, karena murid secara aktif dapat memahami
materi sesuai dengan gambar yang menarik sehingga mereka tidak merasa bosan
dalam mengikuti proes pembelajaran.
Hasil penelitian pada
siklus I dengan penerapan model
pembelajaran dengan
menggunakan media gambar dalam proses belajar mengajar di kelas IV SD Negeri 38 Kolai
dengan jumlah murid 29 menunjukkan
bahwa hasil belajar IPS murid, skor rata-rata 64,31 berada pada kategori sangat
tinggi dengan ketuntasan
belajar secara klasikal mencapai 3,44%,tuntas pada kategori tinggi mencapai 37,93%, tuntas pada kategori sedang mencapai 44,82%, tetapi terdapat pula 13,79% murid yang memperoleh hasil
belajar pada kategori rendah. Demikian pula nilai hasil belajar murid belum mencapai standar
KKM yaitu 65, sebesar 58,6% murid yg tidak tuntas hasil
belajarnya atau hanya 41,4% murid yang tuntas belajarnya
secara klasikal sehingga belum mencapai ketuntasan belajar minimal yang
diharapkan yaitu 85%.
Hasil observasi menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran dengan
menggunakan media gambar telah dilakukan tetapi masih ada aspek-aspek tertentu yang kurang
maksimal, seperti: adanya murid yang tidak aktif dalam kelompoknya sehingga
tidak dapat menjawab pertanyaan, kegiatan refleksi dan menyimpulkan materi
pelajaran yang tidak melibatkan semua murid. Bahkan guru tidak memberikan motvasi dan penguatan terhadap murid
sehingga hal tersebut mempengaruhi aktvitas belajar murid dalam mengikuti pelajaran IPS
melalui model pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Demikian pula aktvitas belajar murid menunjukkan adanya sebagian
murid kurang aktif mengikuti pelajaran, seperti: melakukan refleksi, tidak mencatat materi pelajaran
secara lengkap, tidak aktif menyimpulkan materi pelajaran, dan sebagian kecil
murid tidak aktif menyimak penjelasan guru dan mempelajari materi pelajaran
yang diberikan.
Menanggapi hasil belajar
IPS, proses pembelajaran IPS berupa aktvitas mengajar guru dan aktvitas belajar murid mengikuti
pelajaran melalui pembelajaran dengan menggunakan media gambar pada siklus I di kelas IV SD
Negeri 38 Kolai, maka pada siklus II dilakukan upaya penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar secara maksimal agar proses pembelajaran IPS dapat
lebih mampu mendukung peningkatan kemampuan belajar dan prestasi belajar murid. Demikian pula memberikan
motvasi dan penguatan
secara lebih intensif agar semua murid berperan lebih aktif dalam kegiatan belajar,
khususnya dalam menjawab pertanyaan yang pada gilirannya dapat meningkatkan
hasil belajar murid.
Hasil tes siklus II
menunjukkan bahwa dari 29 miurid hasil belajar IPS mencapai rata-rata 87,24 atau pada kategori sangat tinggi sebesar 58,62%, kategori tinggi 34,46%, bahkan sudah tidak ada lagi murid yang memperoleh hasil belajar
pada kategori rendah dan sangat rendah seperti pada siklus pertama. Disamping nilai rata-rata
hasil belajar IPS murid yang mencapai rata-rata 87,24 yang lebih tinggi dari standar KKM yaitu 65, juga memenuhi ketuntasan
belajar yang mencapai 93,10%. Hal ini berarti penerapan model pembelajaran dengan
menggunakan media gambar telah dilaksanakan dengan baik dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD
Negeri 38 Kolai, dan telah mencapai indikator keberhasilan pembelajaran dari
aspek pencapaian standar KKM dan ketuntasan belajar yang mencapai 93,10%. Demikian pula keaktifan murid
mengikuti pelajaran semakin tinggi yang ditandai keaktifan menyimak penjelasan
guru, mempelajari materi pelajaran, menjawab pertanyaan guru, melakukan
refleksi, mencatat materi pelajaran, dan menyimpulkan materi pelajaran IPS
tentang mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan
transportasi serta pengalaman menggunakannya sehingga hal tersebut mendukung penguasaan terhadap materi dalam
pembelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 38 Kolai.
Ada beberapa murid
yang tidak tuntas pada penelitian ini, dan peneliti lakukan pada tahap evaluasi
pada siklus II untuk meningkatkan prestasi belajar murid yaitu melakukan
remedial dan pendalaman materi atau mengulang kembali materi yang belum
dipahami. Dan hasilnya ternyata masih ada 2 murid yang belum tuntas, maka
solusi yang diambil peneliti adalah melakukan remedial sebanyak 3 kali dan melakukan
konsultasi dengan wali kelas dan orang tua murid tersebut.
Hasil penelitian di
atas menunjukkan adanya
peningkatan prestasi belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran dengan menggunakan
media gambar pada murid
kelas IV SD Negeri 38 Kolai sehingga model pembelajaran ini sangat baik digunakan dalam meningkatkan prestasi belajar murid. Hai ini
relevan dengan pendapat
(Abdurrahman:1998:36) bahwa
Dalam proses pembelajaran interaktif, media gambar mampu membangkitkan
daya rangsang terhadap murid untuk merespon adanya stimulus dalam proses
belajar mengajar.
. Hal ini berarti dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat berdampak positif terhadap
peningkatan prestasi belajar IPS, guru harus memperhatikan penggunaan model
pembelajaran secara efektif, di antaranya model pembelajaran dengan
menggunakan media gambar.
BAB
V
KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Meningkatkan
Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan Melalua Media Gambar Murid Kelas
IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabubaten Enrekang” dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Tingkat kemampuan murid kelas IV SDN 38 Kolai dalam
mengerjakan tugasnya baik secara lisan, tulisan maupun percobaan pada siklus I
(tindakan I sampai dengan tindakan IV), mengalami peningkatan dan masuk dalam
kategori tinggi dengan nilai rata-rata 64,31 dan pada siklus II (tindakan I sampai
dengan tindakan IV), mengalami kemajuan dengan kategori tinggi dengan nilai
rata-rata 87,24.
2)
61
|
3) Prestasi belajar murid kelas IV SDN 38
Kolai meningkat karena pada evaluasi siklus II apabila ada murid yang belum
tuntas maka peneliti melakuan remedial sebanyak 3 kali dan pengulangan materi
yang belum dipahami kemudian melakukan konsultasi kepada wali kelas dan orang
tua murid tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dan
penjelasan pada siklus I sampai siklus II pada setiap tindakan mulai dari
tindakan I sampai tindakan IV.
B.
Saran
Sehubungan dengan kesimpulan penelitian di atas, maka diajukan saran sebagai berikut:
1. Guru pelajaran IPS hendaknya selalu
berupaya melibatkan murid secara aktif dalam proses pembelajaran, seperti dalam
pemahaman materi IPS karena hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran dengan
menggunakan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar
murid dengan mengedepankan penerapan sesuai langkah-langkah model pembelajaran ini secara sistematis.
2. Kepala sekolah hendaknya selalu
memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap guru dalam pelaksanaan mengajar,
di antaranya dalam penggunaan model pembelajaran secara efektif.
3. Murid, hendaknya selalu menunjukkan
keaktifan dalam proses pembelajaran seperti dalam kegiatan menjawab pertanyaan
sebagai upaya meningkatkan kemampuan belajarnya dalam pembelajaran IPS.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1998. Pengantar
Media Pendidikan Dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Diktat. Ujung pandang:
IKIP.
Achsin, Amir. 1984. Pengantar Media Pendidikan Dalam Kegiatan
Belajar Mengajar. Diktat. Ujung pandang: IKIP.
Arikunto, Suharsimi. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arsyad, azhar. 1997. Media Pengajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Bloom.1976. Karakteristik Pembelajaran
Anak. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdikbud.
2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Gagne dan Reiser. 1983. Karakteristik
Pembelajaran Anak. Jakarta:
Balai Pustaka.
Haling, Abd. 2006, BelajarPembelajaran.Makassar
: FIP UNM..
Hamalik, Oemar. 1989. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Jansen Sinamung. 1989. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Kunandar. 2000. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Morgan. 2003. Menjadi Guru
Profesional Cet. VII. Bandung: Rosdakarya.
Nababan. P. W. J. 1998. Pengajaran
Bahasa dan Pendekatan Pragmatis. Jakarta: IKIP.
Nurkancana. 1986. Pengajaran Bahasa dan
Pendekatan Pragmatis. Jakarta: IKIP.
Purwanto, M. Ngalim. 2003. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Rahardjo, R. 1991. Desain Media: Pengantar Pembuatan OHT. Jakarta NUFFIC/Depdikbud/AA.
63
|
62
|
Sudjana, Nana. 1998. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Supardi. 2004. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Suparno. 1988. Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suprijono A. 2010. Cooperative Learning. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Syah M. 2003. Belajar dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Syamsuri, A., Sukri, dkk. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar:
FKIP Unismuh Makassar
Undang-Undang RI Nomor 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Dikjar, Departemen Pendidikan Indonesia.
Http://www. Unissula. ac.
id/vl/download/Peraturan/PP_19_2005_Standar Nasional Pendidikan.
Pdf/2008/01/09/.
Http://www. Setjen. Depdiknas. co.
id/Prodhukum/dokumen/521/2007/1345/11. Permen_16/2007. Pdf/2008/01/09/.
Http://Suciptoadi.
Wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme_dunia-pendidikan
oleh-Winarno_Surakhmad/2008/01/09/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar