Pesan Pembuka

SELAMAT DATANG DIBLOG SAYA (YANSI RAIS, S.Pd) SALAM MASSENREMPULU ENREKANG DURY (DESA KOLAI KEC. MALUA KAB. ENREKANG)TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG DI BLOG INI

Rabu, 05 November 2014

Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Melalua Media Gambar Murid Kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabubaten Enrekang

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan dewasa ini bertujuan meningkatkan masyarakat Indonesia. Kualitas yang dapat dicapai diperoleh dengan peningkatan kualitas dan keefektifan dalam pembelajaran. Perkembangan jaman pada saat ini sangat pesat, sementara itu tantangan pembangunan Indonesia dihadapkan pada masalah yang sangat kompleks. Salah satu penyebabnya adalah semakin meningkatnya tuntutan bangsa dalam memenuhi kebutuhan serta keinginannya untuk maju.
Salah satu upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Suatu negara dikatakan maju atau tidak apabila sistem pendidikan di dalamnya berlangsung dengan baik dan berkembang pesat mengikuti perkembangan jaman. Pendidikan merupakan titik tolak perwujudan generasi muda untuk siap bersaing di era globalisasi dan tuntutan jaman. Masalah pendidikan perlu mendapat perhatian khusus oleh Negara Indonesia yaitu dengan dirumuskannya Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (2003; 7) yang berbunyi:
1
“Pendidikan nasional berfungsi untul mengembangkan kemampuan, membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
                                                                                                           
Terdapat beberapa unsur dalam dunia pendidikan, yaitu: peserta didik (murid), pendidik (guru), interaksi edukatif antara peserta didik dengan pendidik melalui proses belajar mengajar, isi pendidikan (kurikulum), dan konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan (lingkungan). Apabila unsur-unsur tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tanggung jawab masing-masing yang disertai dengan sikap disiplin, maka dunia pendidikan akan menghasilkan lulusan SDM yang berkualitas.
Kegiatan belajar mengajar  sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Menentukan karena gurulah yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi guru dalam upaya memperluas dan memperdalam materi ialah rancangan pembelajaran yang efektif, efisien, menarik, dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi dapat dilakukan dan dicapai oleh setiap guru.
Berdasarkan pengamatan, guru di lapangan jarang memanfaatkan fungsi ini secara optimal. Kondisi ini disebabkan oleh kenyataan bahwa tugas yang diemban guru sebagai perancang pembelajaran adalah sangat rumit, karena berhadapan dengan dua variabel, yaitu cakupan materi pembelajaran yang telah ditetapkan berdasarkan tujuan yang akan dicapai, dan murid yang membawa seperangkat sikap, kemampuan awal, dan karakteristik perseorangan lainnya ke dalam situasi pembelajaran.
Guru hanya berpeluang untuk memanipulasi strategi atau model pembelajaran di bawah kendala karakteristik tujuan pembelajaran. Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, pada umumnya guru menggunakan model pembelajaran yang kurang sesuai dengan materi pelajaran dan tidak dapat diterima oleh semua murid yang berasal dari karakteristik dan latar belakang yang berbeda-beda. Padahal keefektifan suatu proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kesesuaian antara media pembelajaran dengan materi yang diajarkan.
Salah satu kendala yang dihadapi oleh guru SDN 38 Kolai adalah bagaimana menerapkan pendekatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang efektif. Pada kenyataannya guru berhadapan dengan materi IPS yang memiliki cakupan sangat kompleks. Hal ini dapat menyulitkan guru untuk menstruktur dan rnensistematisasikan materi pelajaran dengan tujuan pembelajaran. Menstruktur dan mensistematisasikan pelajaran secara cermat sesuai dengan sasaran belajar bukanlah tugas yang mudah. Tugas ini memerlukan pengetahuan yang cukup baik tentang perancangan pembelajaran. Di sisi lain ternyata kemampuan guru dalam merencanakan dan mengimplementasikan kurikulum belum memuaskan.
Kenyataan di SDN 38 Kolai berdasarkan hasil observasi pada tanggal 10 Juni 2013 dengan jumlah murid 29 yang terdiri dari 17 laki-laki dan 12 perempuan, kami melihat bahwa kurangnya kreativitas guru dalam mengajar sehingga tidak adanya timbal balik terhadap guru dan murid tentang materi yang diajarkan, yang menjadikan murid menjadi jenuh dan kadang kurang memperhatikan penjelasan guru di depan kelas. Hal ini membuat murid merasa bosan karena tidak adanya penggunaan media pembelajaran, hanya menggunakan model pembelajaran langsung saja dan dalam penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru, ada beberapa murid yang hanya menyalin hasil pekerjaan dari temannya atau bersikap acuh tak acuh. Jadi pembelajaran terkesan kurang efektif. Pada akhirnya masih ada sekitar 10 murid yang belum mencapai hasil maksimal sesuai yang diinginkan, belum mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 65. Keadaan ini terjadi karena banyak faktor (sarana dan prasarana) dan yang menjadi masalah utama adalah proses belajar mengajar yang tidak bervariasi.
Media saat ini merupakan suatu sarana dalam menyampaikan maksud dan tujuan dari apa yang diuraikan oleh guru. Penggunaan media sebagai salah satu cara dalam menarik perhatian murid dalam pembelajaran IPS yang diberikan oleh guru.
Kemampuan murid dalam menangkap pelajaran IPS yang diberikan oleh guru adalah salah satu tantangan yang harus dihadapi. Guru sebagai salah satu unsur pembelajaran memiliki multi peran tidak terbatas pengajar, akan tetapi juga sebagai pembimbing yang mendorong potensi, mengembangkan alternatif dan memobilisasi dalam pelajaran IPS.
Berkaitan dengan kemampuan murid dalam menangkap pelajaran IPS dalam kelas tentunya penggunaan media dapat membantu interaksi antar murid-murid dan guru. Dengan adanya interaksi yang positif, maka dapat memberika kemampuan kepada murid dalam menangkap penjelasan guru pada pelajaran IPS.
Dengan penggunaan media gambar bertujuan untuk menarik perhatian murid agar lebih memperhatikan pelajaran IPS dan merangsang daya imajinatif setiap murid. Penggunaan media gambar adalah salah satu cara dalam menarik perhatian murid dalam proses belajar mengajar. Dengan penggunaan media gambar diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar IPS murid kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang. Diharapkan dengan penggunaan media ini, tentunya berperan penting dalam meningkatkan prestasi belajar murid dalam pelajaran IPS di sekolah. Penggunaan media gambar membantu guru dalam menjelaskan pelajaran di depan kelas dan murid diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar mereka tentunya.
Menurut Jansen Sinamung (1989:20), “Hasil adalah suatu keluaran dimana proses terjadi dan interaksi  dilakukan kepada setiap individu dan kelompok dalam mencapa itujuan”. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik perlu proses yang dilakukan dan interaksi yang berkualitas agar nanti dapat mencapai hasil yang berkualitas pula.
Dengan interaksi yang terjalin secara baik antara murid guru, tentunya diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar. Prestasi yang dicapai merupakan output dari proses belajar mengajar yang dilakukan.
Setiap pelajaran memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi, dimana pada suatu sisi ada bahan yang memerlukan alat bantu berupa media gambar. Gambar sebagai alat bantu pengajaran visual memiliki nilai yang tinggi karena dapat memberikan penggambaran visual yang konkret kepada murid. Dengan ini. Murid dapat dengan mudah menangkap pelajaran IPS yang dijelaskan oleh guru.
Demikian pentingnya masalah ini, sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih intensif, karena hal tersebut menyangkut daya tangkap murid terhadap kecakapan mengaktualisasikan ide-ide dan gagasan yang ada saat proses belajar mengajar berjalan di kelas.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Melalua Media Gambar Murid Kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabubaten Enrekang”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumusakan dalam penelitian ini adalah :  “Apakah penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada murid kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.?”
C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bagi murid kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.
D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoritis
a.       Meningkatkan keefektifan dan mutu belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)  bagi murid kelas IV pada SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.
b.      Meningkatkan kemampuan murid dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)  bagi murid kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi Sekolah
Sebagai masukan bagi sekolah sehubungan dengan usaha sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan yang terkait dengan faktor-faktor pendukung keberhasilan murid di sekolah.
b.      Bagi Pendidik
Sebagai sumber data untuk meningkatkan teknik mengajar agar prestasi belajar murid meningkat dan sebagai masukan bagi guru selaku pendidik dalam menentukan media apa yang tepat digunakan untuk mengajar yang sesuai untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
c.       Bagi Murid
Sebagai masukan bagi murid dengan media gambar dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), maka dapat memudahkan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)  dan interaksi dalam belajar mengajar demi keberhasilan hasil akademik murid, khususnya bagi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
d.      Bagi Penulis
Untuk memudahkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dalam menyusun karya ilmiah dan memberikan informasi aktual tentang berprestasi tidaknya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan menggunakan media gambar di SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.

                                                                                                       
















BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR
DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A.                Kajian Pustaka
1.      Pengertian Belajar
Istilah belajar adalah istilah lumrah kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar bila ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sebelum ia belajar atau bila tingkah lakunya berubah sehingga berbeda interaksinya dalam menghadapi situasi dari sebelumnya.
Defenisi belajar dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya sebagai berikut:
9
Gagne (Suprijono 2010:2) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Menurut Cronbach (Suprijono, 2010:2) Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. (belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman). Pendapat ini senada dengan pendapat Morgan (Suprijono, 2010:3) Bahwa Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience. (Pelajaran adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman).
Belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, Slameto (Haling, 2006:2). Belajar ialah sebagai suatu proses kegiatan yang menimbulkan kelakuan baru atau merubah kelakuan lama sehingga seorang lebih mampu memecahkan masalah dan menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi yang dihadapi dalam hidupnya, Sahabuddin (dalam Haling, 2006:2).
Belajar dapat pula diartikan secara luas dan secara sempit. Secara luas, belajar diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Secara sempit, belajar diartikan sebagai usaha penguasaan materi pelajaran.
Belajar merupakan kebutuhan dasar individu yang dilakukan sejak lahir sampai seumur hidup manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam belajar senantiasa ditemukan dua golongan yaitu orang yang berprestasi, sukses dan tidak mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan dalam belajar dan golongan orang yang mengalami hambatan atau kesulitan.
Dari pengertian belajar tersebut di atas ada beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan yaitu : (1) belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang lebih baik, (2) belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman, (3) belajar merupakan suatu proses, artinya berlangsung dalam satu waktu yang cukup lama.
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil pengalaman atau latihan. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah segala kejadian yang dengan sengaja dilakukan secara berulang-ulang.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan beberapa perubahan yang  relatif menetap dalam tingkah laku seseorang yaitu perubahan dalam cara berpikirnya, perubahan dalam cara merasa, dan perubahan dalam melakukan sesuatu.

2.      Hasil Belajar
a.       Pengertian Hasil Belajar
Istilah hasil belajar terdiri atas dua kata yakni “hasil” dan “belajar”. Menurut kamus Bahasa Indonesia “hasil berarti sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dan sebagainya) oleh suatu usaha,” sedangkan “belajar mempunyai banyak pengertian diantaranya adalah Perubahan tingkah laku (Naimah, 2000:11).
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne (Suprijono,2010:5) hasil belajar berupa:
1)    Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2)    Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif yang bersifat khas.
3)    Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4)    Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5)    Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadi nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Sedangakan menurut Bloom (Suprijono, 2010:6), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analisis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-reutine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial,dan intelektual.
Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara pragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensip.
Kunandar (2008:276) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang di susun secara terencana, baik tes rertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh murid setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap murid yang bertujuan untuk mengetahui apakah murid telah menguasai materi atau belum.
Dalam pembelajaran tingkat penguasaan materi belajar murid dapat dilihat dari skor ketuntasan belajar mengajar yang diperoleh. Ketuntasan belajar merupakan besarnya tingkat penguasaan materi oleh murid setela diberikan suatu tes dan setelah melalui proses belajar mengajar. Tingkat keberhasilan murid dalam menguasai materi pelajaran dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur yang berupa tes hasil belajar.
Ketuntasan belajar adalah suatu pola belajar yang mengharuskan pencapaian murid secara tuntas terhadap apa yang telah dipelajarinya dan berdasarkan skor penguasaan minimal yang telah ditetapkan (standar ketuntasan).
Berdasarkan pendapat tentang hasil belajar di atas maka kegiatan belajar mengajar dapat digunakan sebagai ukuran tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan murid setelah melakukan kegiatan belajar dalam bidang tertentu.
b.      Fungsi Hasil Belajar
1)   Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas,
2)   Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar,
3)   Meningkatkan motivasi belajar murid, dan
4)   Evaluasi diri terhadap kinerja murid.
c.       Tujuan Hasil Belajar
1)      Tujuan umum hasil belajar yaitu:
a)    Menilai pencapaian kompetensi peserta didik,
b)   Memperbaiki proses pembelajaran, dan
c)    Sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar murid.
2)      Tujuan khusus hasil belajar yaitu:
a)    Mengetahui kemajuan dan hasil belajar murid,
b)   Mendiagnosis kesulitan belajar,
c)    Memberi umpan balik atau perbaikan proses belajar mengajar,
d)   Penentuan kenaikan kelas, dan
e)    Memotivasi belajar dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.
d.      Hasil Belajar IPS
Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Syah (2003:68) mengemukakan bahwa: “belajar adalah tahapan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.”
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor interen pada hari pembelajaran dengan faktor eksteren atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Hasil belajar IPS dicapai oleh murid dapat diketahui setelah mengikuti proses belajar.
 Hasil belajar seseorang dapat menjadi indikator tentang batas kemampuan, kesanggupan, pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai yang dimiliki oleh guru itu dalam suatu pekerjaan. Belajar adalah proses aktif pelajar yang mengkonstruksikan gagasan baru atau konsep baru atas dasar konsep,  pengetahuan  dan kemampuan yang telah dimiliki. Ada peluang  pelajar untuk bergerak lebih jauh melampaui informasi yang didapat, karena dia mampu menyusun hipotesis, membuat keputusan atas dasar struktur kognitif. Belajar merupakan suatu   kegiatan pengelolaan informasi yang menemukan kebutuhan untuk mengenal dan menjelaskan gejala yang terjadi di lingkungan pelajar.
Dari pendapat di atas maka belajar adalah suatu proses atau tahapan terjadinya perubahan tingkah laku yang relatif terjadi pada diri seseorang akibat interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan pemahaman dan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar.

3.      Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar
a.    Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)  
Perkembangan hidup seseorang pada hakekatnya mulai dari saat dia lahir sampai menjadi dewasa, tidak terlepas dari masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tidak asing bagi setiap orang. Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang meliputi aspek-aspek hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah, geografis, dan politik. Karena tiap aspek kehidupan sosial itu mencakup lingkup yang luas, untuk mempelajari dan mengkajinya menuntut bidang-bidang ilmu yang khusus.
9
Melalui ilmu-ilmu sosial dikembangkan bidang-bidang ilmu tertentu sesuai dengan aspek kehidupan sosial masing-masing. Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai bidang pendidikan, tidak hanya membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial, melainkan lebih jauh dari pada itu berupaya membina dan mengembangkan peserta didik menjadi sumber daya manusia yang berketerampilan sosial dan intelektual sebagai warga masyarakat dan warga negara yang memiliki perhatian, kepedulian sosial yang bertanggung jawab. Kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat yang terus berkembang, menjadi landasan bagi pengembangan IPS sebagai bidang pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan dan tuntutan kemajuan kehidupan.
Pengetahuan sosial merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik tingkah laku perorangan maupun tingkah laku kelompok. Ada bermacam-macam aspek tingkah laku manusia dalam masyarakat, seperti aspek budaya sikap, mental, ekonomi, dan hubungan sosial. Aspek-aspek inilah yang kemudian mengkondisikan untuk menghasilkan pengetahuan disiplin ilmu sosial dan dipelajari di sekolah. Ilmu pengetahuan sosial yang dipelajari di sekolah diimplikasikan sesuai dengan tingkatan yang berada pada jenjang pendidikan. Untuk itu IPS merupakan mata pelajaran yang penting bagi jenjang pendidikan dasar. Hal ini dipandang bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan yang mendasari jenjang pendidikan selanjutnya dengan pertimbangan aspek-aspek tingkah laku perlu dipolakan sedini mungkin agar mereka berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.
IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan murid tentang masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Jadi, IPS dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.
b.    Perkembangan Pendidikan IPS
Pertama kali Social Studies dimasukkan secara resmi ke dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18),  yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Alasan dimasukannya social studies (IPS) ke dalam kurikulum sekolah karena berbagai ekses akibat industrialisasi di berbagai negara di belahan dunia juga terjadi, di antaranya perubahan perilaku manusia akibat berbagai kemajuan dan ketercukupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong industrialisasi telah menjadikan bangsa semakin maju dan modern, tetapi juga menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks. Para ahli ilmu sosial dan pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut. Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial di lingkungan masyarakat tidak hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan secara disipliner, tetapi juga dapat dilakukan melalui pendekatan program pendidikan formal di tingkat sekolah.
Latar belakang perlu dimasukkannya Social studies dalam kurikulum sekolah di beberapa negara lain juga memiliki sejarah dan alasan yang berbeda-beda. Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di antaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut. Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865 di mana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu bangsa.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan berbagai masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai sosial budaya masyarakat, berbangsa dan bernegara ke dalam kurikulum sekolah.
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah karena kebutuhan murid sekolah, di mana kemampuan murid sangat menentukan dalam pemilihan program pendidikan lanjut dan pengorganisasian materi social studies. Agar materi pelajaran social studies lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh murid sekolah dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para murid dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social studies. Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS dikenal dengan social studies. Jadi, istilah IPS merupakan terjemahan social studies. Dengan demikian IPS dapat diartikan dengan “penelaahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas tentang IPS, dibawah ini akan diuraikan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan terkenal, baik tokoh-tokoh dari Amerika Serikat maupun Tokoh-tokoh IPS dari Indonesia.
1)      Edgar B Wesley menyatakan bahwa social studies are the social sciences simplified for paedagogieal purposes in school. The social studies consist of geografy history, economic, sociology, civics and various combination of these subjects. (Ilmu kemasyarakatan adalah ilmu pengetahuan sosial disederhanakan untuk penggunaan paedagogieal di sekolah. Ilmu kemasyarakatan terdiri dari riwayat geografy, ekonomi, sosiologi, kewarganegaraan dan berbagai kombinasi dari subyek ini).
2)      John Jarolimek mengemukakan bahwa: The social studies as a part of elementary chool curriculum draw subject-matter content from the social science, history, sociology, olitical science, social psychology, philosophy, antropology, and economic. (Ilmu kemasyarakatan sebagai satu bagian dari gambar kurikulum sekolah dasar konten pokok pembahasan dari sosial pengetahuan, riwayat, sosiologi, ilmu pengetahuan politik, psikologi sosial, filsafat, antropology, dan ekonomi).
3)      Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa: ”IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geokrafi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
4)      S. Nasution juga mengatakan bahwa: IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
c.    Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Mata pelajaran di Sekolah Dasar merupakan program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan menilai ilmiah kepada murid. Dengan pelajaran IPS diharapkan murid dapat memahami konsep-konsep IPS dan memilki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan dan ide tentang kehidupan bermasyarakat.
Pada dasarnya Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan dari materi ilmu-ilmu sosial untuk keperluan pembelajaran di sekolah. Dengan penyederhaan materi tersebut, maka para murid dengan mudah dapat melihat, menganalisis dan mamahami gejala-gejala yang ada dalam masyarakat lingkungannya. Konsep utama Pendidikan IPS menurut Yusnidar (dalam Sutisna: 2010) adalah interaksi individu dengan lingkungannya. Sedangkan pembelajaran Pendidikan IPS mempergunakan pendekatan integratif.
Tujuan Pendidikan IPS dapat dikelompokkan menjadi empat kategori berikut ini. Knowledge, yang merupakan tujuan utama Pendidikan IPS, yaitu membantu para murid belajar tentang diri mereka sendiri dan lingkungannya. Hal-hal yang dipelajari sehubungan dengan ini adalah geografi, sejarah, politik, ekonomi, antropologi dan sosiopsikologi. Keterampilan, yang berhubungan dengan tujuan Pendidikan IPS, dalam hal ini mencakup keterampilan berpikir (thinking skills). Attitudes, dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok sikap yang diperlukan untuk tingkah laku berpikir (intelectual behaviour) dan tingkah laku sosial (social behaviour). Value, dalam hubungan ini, adalah nilai yang terkandung dalam masyarakat yang didapatkan dari lingkungan masyarakat sekitar maupun lembaga pemerintahan (falsafah bangsa). Termasuk didalamnya adalah nilai-nilai kepercayaan, nilai ekonomi, pergaulan antarmanusia, ketaatan pada pemerintah, hukum, dan lain-lain.
Sedangkan tujuan utama Pendidikan IPS adalah untuk melatih murid dapat bertanggungjawab sebagai warga negara yang baik Gross.’ (Sutisna: 2010).
Di samping itu juga untuk menolong anak dan pemula untuk dapat aktif berpengetahuan, menjadi manusia yang mampu beradaptasi, mampu berfungsi dan berperan dalam menghadapi seluruh kehidupannya dan mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya lewat kegiatan pembelajaran Pendidikan IPS di SD.(Joyce dalam Suprijono, 2010:46).

Terdapat beberapa orientasi Pendidikan IPS, yang sebenarnya dari waktu ke waktu akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yaitu pertama, menanamkan etika sosial, dengan mengupayakan peserta didik agar berperilaku sesusai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku, seperti berkelakuan baik, berani membela kebenaran dan keadilan, bekerja sama, suka menolong, dan sebagainya. Kedua, orientasi nilai disiplin ilmu yang dapat memperkuat orientasi pertama tadi. Dalam orientasi ini, ilmu-ilmu variabel-variabelnya, dengan hukum-hukumnya, sehingga terjadi peristiwa sosial tertentu.
Ketiga, orientasi keterampilan teknik dan partisipasi sosial dalam kehidupan sosial di tempat mereka berada. Dari praktek kehidupan nyata itulah murid belajar lebih jauh, sehingga akhirnya mereka lebih adaptif terhadap kehidupan yang senantiasa berubah. Keempat, orientasi kemampuan memecahkan masalah dan berinovasi, yang diperlukan setelah murid mampu berpartisipasi aktif. Mereka mampu berinovasi dalam memperbaiki kualitas hidupnya, bahkan juga masyarakatnya ke arah yang lebih baik. (Achmad Sanusi, dalam Sutisna: 2010).
Adapun fungsi Pendidikan IPS di SD ialah mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi murid dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengajaran sejarah berfungsi menumbuhkan rasa kebangsaan dan kebanggaan terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini. Pendidikan IPS di SD bertujuan agar murid mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran sejarah bertujuan untuk mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga kini agar murid memiliki kebanggaan sebagai Bangsa Indonesia dan cinta tanah air.
d.   Ruang Lingkup Kajian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD
Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya; memamfaatkan sumber-daya yang ada dipermukaan bumi; mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan pertimbangn bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan peserta didik tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD.
Sebagaimana telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai anggota masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai tujuannya.

4.      Pengertian Media
Pengertian media adalah alat yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Achsin (1984:9-10), membagi pengertian secara umum dan secara khusus. Media dalam artiumum adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang untuk menyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima. Sedangkan dalam arti khususnya, media adalah alat yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran dan dimaksudkan untuk mempertinggi mutu pembelajaran.
Menurut Arsyad (1997:5), berpendapat bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat murid mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, bahwa guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.
Secara khusus media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal.
Suparno (1988:1), berpendapat bahwa media adalah alat yang dipakai sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi dari suatu sumber penerimanya. Media merupakan pembawa pesan atau informasi harus dirancang secara sistematis sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan kebutuhan murid dengan mempertimbangkan beberapa hal yang bertujuan agar media dapat membantu belajar dan terjadi perubahan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan, yaitu menjadi lebih baik dan kemajuan belajarnya meningkat.
Menurut Bertnard Stoner,”Media adalah pusat informasi yang secara langsung mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku bagi setiap individu yang dituju. Dengan penggunaan media yang tepat, maka dapat membantu mentransformasikan maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh guru kepada murid dalam proses belajar mengajar.
Jadi pengertian media secara keseluruhan adalah alat atau pusat informasi yang memudahkan murid untuk belajar dan meningkatkan hasil belajar murid dalam proses belajar mengajar.

5.      Jenis-Jenis Media
Media dapat dikelompokkan menurut fungsi media itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk membantu pada saat pemilihan, penetapan, dan pemanfaatan media yang digunakan.
Ada beberapa media yang digunakan bila ada alat untuk menampilkannya atau yang memproyeksikannya. Ada pula yang penggunaannya dapat digunakan apabila ada seorang guru, pengajar, tutor, ataupun pembimbing. (Raharjo:1991:6)
Nababan mengelompokkan media menjadi tiga yaitu: media yang dapat dilihat dan didengar (audio-visual), media yang dilihat (visual), dan media berupa permainan (games). Media dapat pula dikelompokkan berdasarkan kompleksitasnya dan besarnya biaya yang dibedakan menjadi dua, yaitu media besar dan media kecil.
Pengelompokkan di atas menjadi dua dimana media besar adalah media yang kompleks dan mahal, seperti; televisi, film, video, dan komputer. Sedangkan media kecil adalah media yang sederhana seperti; slide, kaset, bahan cetak dan radio.
Djamanah dan Zain (2000:14), mengelompokkan media sebagai berikut :
a.       Media Audio, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara seperti: radio dan piringan hitam. Media ini adalah media yang pertama digunakan oleh manusia modern dalam berkombinasi.
b.      Media visual, yaitu media yang menampilkan gambar tidak bergerak, seperti: foto, lukisan, cetakan, dan lain-lain.
c.       Media Audio-Visual, yaitu media gabungan dari audio dan visual yang dapat dilihat dan didengar, seperti: televisi, Video, CD dan lainnya.
Media dapat pula dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu media cetak (gambar) dan media non cetak. Media cetak meliputi buku-buku teks, gambar diam, foto, dan sebagainya. Sedangkan media non cetak meliputi: video kaset, audio kaset, slide projector, dan overhead projector.

6.      Media Gambar Dalam Pendidikan
Gambar dapat kita jumpai di sekitar kita, baik yang hitam putih, maupun berwarna. Gambar merupakan media yang mempunyai peran penting untuk memperjelas maksud dan tujuan. Dalam penggunaan, media gambar dapat memberikan pengertian kepada individu, baik itu dewasa maupun anak-anak tentang apa yang dilihat dari gambar tersebut.
Media gambar telah digunakan 2500 tahun lalu, dengan ditemukannya huruf hyreglophyege di Mesir. Dengan penggunaan huruf ini, dimana menggunakan gambar kita dapat mengerti apa yang terjadi pada masa itu dan bagaimana kehidupan raja, rakyat, sistem pendidikan dan sebagainya melalui media gambar dalam kertas papyrus dan pada dinding makam Raja Fir’aun.
Gambar merupakan sarana yang cukup murah dan efektif digunakan untuk memperjelas maksu dan tujuan yang diinginkan. Penggunaan media yang dilakukan pada murid, tentunya dapat berjalan baik karenamurid mempunyai imajinasidalam menampilkan maksud dari gambar.
Menggunakan gambar merupakan cara yang cukup bermanfaat bagi murid. Dengan menggunakan gambar, maka dapat menarik perhatian murid dalam menangkap apa yang dijelaskan oleh guru. Semua gambar mempunyai arti, uraian, dan tafsiran sendiri.
Karena itu, media dapat digunakan sebagai media pendidikan dan mempunyai nilai-nilai pendidikan bagi anak-anak dan memungkinkan belajar dengan efektif di sekolah.
Beberapa alasan dasar penggunaan gambar sebagai media adalah:
a.       Gambar tersebut konkrit. Melalui media gambar, para murid dapat melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan atau dimaksudkan dalam kelas.
b.      Gambar mengatasi batas, ruang, dan waktu. Huruf hyreglopyge dapat kita jumpai sampai sekarang, padahal dibuat pada masa Dinasti Mesir Kuno.
c.       Gambar mengatasi daya mampu panca indera manusia. Benda-benda kecil yang tak dapat dilihat, dapat terlihat dengan penggunaan fotografi yang memperbesar suatu objek yang menggunakan kamera khusus, sehingga dapat dilihat dengan jelas.
d.      Dapat dipergunakan untuk memperjelas suatu masalah, karena bernilai tehadap pelajaran yang diberikan guru di sekolah.
e.       Gambar sangat murah, efektif, dan efisisen dalam memperjelas maksud dan tujuan.
f.       Gambar mudah digunakan, baik untuk individu maupun perkelompok.
Dalam proses pembelajaran interaktif, media gambar mampu membangkitkan daya rangsang terhadapmurid untuk merespon adanya stimulus dalam proses belajar mengajar. (Abdurrahman:1998:36).
Oleh karena itu, kompetensi pembelajaran yang ideal adalah mendesain sedemikian rupa model pembelajaran dengan bentuk pemanduan antara materi dengan gambar-gambar yang ada dalam kelas maupun memberikan deskripsi terhadap materi-materi yang terdapat gambar di dalamnya yang kemudian murid diberikan tugas untuk menjelaskan makna-makna gambar yang terdapat dalam pelajaran.
7.      Manfaat Media Gambar
Manfaat media gambar sangat besar dalam membantu guru dalam menjelaskan di depan kelas. Menurut Encyclopedia Of Education (2004:17), manfaat media pengajaran adalah:
1.      Meletakkan dasar-dasar yang konkrituntuk berfikir.
2.      Memperbesar perhatian murid.
3.      Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar. Oleh sebab itu, murid akan menjadi lebih focus dalam belajar.
4.      Memberi pengalaman yang nyata agar dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
5.      Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu.
6.      Menumbuhkan pengertian. Dengan demikian, dapat membantu perkembangan kemampuan dalam belajar murid.
7.      Memberi pengalaman yang tidak mudah didapatkan dengan cara lain serta membantu perkembangan efesiensi yang lebih banyak dalam belajar.
Dengan melihat kegunaan dalam proses belajar mengajar, maka sebagai pelengkap dari nilai tersebut dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1989:29), dalam bukunya media pendidikan sebagai berikut:
1.      Media pendidikan melampaui batas pengalaman pribadi murid, biasanya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dibatasi oleh faktor-faktor perorangan dan kondisi yang ada dalam masyarakat.
2.      Media pendidikan melampaui batas-batas ruang kelas. 
Bagi guru, sangat penting dalam menentukan apakah media mutlak digunakan atau tidak. Hal ini dapat memberikan suatu pengertian bahwa guru senantiasa mampu menangkap apa yang diinginkan dan apa yang diinginkan dan yang membantu dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Manfaat media sangat besar dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru, karena dengan penggunaan media gambar tentunya memberikan interaksi yang lebih baik lagi antara murid dan guru. Penggunaan media gambar sangat berguna dalam membantu penjelasan guru secara lisan. Dengan demikian, penggunaan media dapat ditanggap dan dimengerti oleh murid secara langsung.
Dengan penggunaan media gambar, tentunya diharapkan dapat meningkatkan hasil dan hasil belajar dari setiap murid.

8.      Kelemahan dan Kelebihan Media Gambar
Walaupun media gambar merupakan media yang tepat dan baik digunakan dalam pembelajaran di sekolah dasar namun pasti ada saja kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh media gambar tersebut sebagai sebuah karakteristik dari media gamabar itu sendiri. Dari sumber yang ada, ada beberapa kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh media gambar yaitu :
a.       Kelebihan Media Gambar :
1.  Sifatnya konkrit.
2. Gambar dapat mengatasai masalah batasan ruang dan waktu.
3. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
4. Dapat memperjelas suatu masalah.
5. Murah harganya, mudah didapat, mudah digunakan, tanpa memerlukan peralatan yang khusus.
b.      Kekurangan Media Gambar :
1.  Penghayatan tentang materi kurang sempurna
2. Gambar atau foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran.
3. Ukuran sangat terbatas untuk kelompok besar.            
9.      Langkah – langkah pembelajaran dengan menggunakan media gambar menurut Suroso Widihatmoko (2011) bisa digambarkan dalam langkah – langkah sebagai berikut :

1.      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2.      Menyajikan materi sebagai pengantar.
3.      Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4.      Guru mengelompokan murid untuk berdiskusi
5.      Guru menunjuk / memanggil murid secara bergantian memasang memilih/menyebutkan/mengurutkan jenis gambar .
6.      Guru menanyakan alasan / dasar pengertian gambar tersebut.
7.      Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
8.      Murid mendapat LKS dan dikerjakan berkelompok
9.      Murid melakukan Tanya jawab antar kelompok dari hasil diskusi mengerjakan LKS
10.  Bersama murid guru merumuskan kesimpulan / rangkuman.
11.  Guru memberi kesempatan murid untuk bertanya tentang materi yang belum jelas.
12.  Bersama murid mengevaluasi hasil materi dan memberikan PR kemudian salam

B.       Kerangka Berfikir
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, kerangka piker merupakan garis-garis besar yang sangat mendukung agar dalam pengumpulan data, menganalisis data dan penarikan kesimpulan dapat lebih terarah. Adapun kerangka piker dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Kondisi Awal
Tindakan yang harus dilakukan
Hasil belajar IPS Meningkat
Faktor Guru
-     Kurangnya kreativitas guru dalam mengajar.
Faktor murid
-     Hasil belajar IPS murid belum mencapai KKM.

Penggunaan media gambar dalam pembelajaran.
Siklus I
Siklus II
Kondisi Akhir
 













Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
C.      Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang dan untuk menjawab rumusan masalah yang dikemukakan, penulis merumuskan hipotesis, yakni: “Melalui media gambar, dapat meningkatkan hasil belajar murid kelas IV pada SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.

                                                      
BAB  III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan kelas (PTK), yang dilakukan secara kolaborasi dengan guru kelas. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menyimak pelajaran IPS mengenai tarian daerah, sejarah, dan bagaimana interaksi serta norma-norma yang baik melalui media gambar.
B.     Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang.  Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan yakni bulan Maret sampai bulan April. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah murid kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabupaten Enrekang dengan jumlah murid adalah 29 orang, yang terdiri dari 17 laki-laki dan 12 orang perempuan.
C.    Fokus Tindakan Kelas
   Untuk menjawab permasalahan, ada beberapa faktor yang diamati, yaitu;
1.     
34
27
Faktor Murid, yaitu melihat presentase kehadiran murid. Murid yang bertanya tentang materi pelajaran yang belum dimengerti, murid yang mampu menjawab pertanyaan lisan guru, murid yang menyelesaikan tugas, murid yang menyelesaikan tugas, murid yang meminta bantuan saat mengerjakan soal, dan murid yang melakukan kegiatan lain saat belajar.
2.      Faktor Proses, yaitu melihat keaktifan murid berinteraksi dengan guru dan sesama murid lainnya dalam proses belajar mengajar.
3.       Faktor Hasil, yaitu melihat hasil kemampuan menulis murid setelah tes akhir yang diberikan setiap siklus.
D.    Prosedur Penelitian
1.      Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Setiap akhir siklus diberikan tes akhir untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai oleh murid. Keberhasilan penelitian ini adalah apabila 85%  murid telah memperoleh skor minimal 65.
Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus kegiatan, yaitu:
a.       Siklus I dilaksanakan selama empat (4) kali pertemuan.
b.      Siklus II dilaksanakan selama empat (4) kali pertemuan.
Hal-hal yang paling penting dilakukan pada kedua siklus di atas, yaitu:
a.       Mengidentifikasikan keadaan murid selama proses pembelajaran berlangsung.
b.      Meningkatkan kreatifitas murid dalam hal menyelesaikan soal-soal.
c.       Menganalisis refleksi yang diberikan guru mata pelajaran dan refleksi yang dibuat murid.
d.      Evaluasi keberhasilan murid dalam mengikuti siklus dalam setiap pertemuan.
Penelitian tindakan ini dilaksanakan di dalam kelas. Desain ini dipilih karena masalah utama muncul dari praktik pembelajaran di kelas sebagai upaya peningkatan prestasi belajar murid melalui model pembelajaran kooperatif, prosedur penelitian tindakan ini tampak pada alur pelaksanaan tindakan berikut:
 
Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II

Pengamatan

Pelaksanaan

Refleksi

Pelaksanaan
Refleksi









Gambar 2.2. Prosedur PTK (Arikunto 2008 : 16)
2.      Rincian Prosedur Penelitian
Secara rinci, prosedur penelitian tindakan ini dijelaskan sebagai berikut:
            SIKLUS I
1.      Tahapan Perencanaan
a.      Menelaah kurikulum IPS  kelas IV SD, semester genap tahun pelajaran 2013/2014 untuk kesesuaian waktu antara materi pelajaran dengan rencana penelitian.
b.      Menyusun rencana pembelajaran.
c.      Membuat lembaran observasi untuk mengamati kondisi pembelajaran di kelas ketika pelaksanaan tindakan berlangsung.
d.     Membuat LKS.
2.       Tahap Pelaksanaan Tindakan
      Bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:
a.         Pengajaran IPS dengan pokok bahasan seni dan budaya Indonesia.
b.         Mengamati aktivitas murid dalam proses pembelajaran untuk mengetahui kemampuan murid dalam pemberian tindakan.
c.         Pemberian tugas untuk mengetahui pencapaian indikator hasil belajar setelah proses pembelajaran.
d.        Pemberian tugas rumah (PR) untuk melatih mengerjakan tugas.
e.         Perbaikan jawaban murid terhadap indikator yang belum dicapai di atas (tugas yang diberikan) sampai indikator tersebut tercapai dan menuliskan komentar tentang kekurangan dan kelebihan murid terhadap tugas yang dikerjakan.
f.          Tiap pertemuan, guru mencatat semua kejadian yang dianggap penting seperti kehadiran murid dan keaktifan murid dalam mengikuti pelajaran.
3.       Tahap Pengamatan ( Observasi)
Proses observasi yang dilakukan dalam hal ini adalah mendokumentasikan pengaruh tindakan yang diberikan selama proses pembelajaran IPS berupa pengamatan terhadap kondisi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
4.      Refleksi
Hasil yang diperoleh dalam tahapan pengamatan (observasi) dikumpulkan dan dianalisa oleh peneliti agar dapat dilihat dan direfleksikan, apakah tindakan yang telah dilakukan dapat meningkatkan prestasi pembelajaran IPS. Hasil analisis pada tahap ini digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan siklus selanjutnya sehingga yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai dengan yang diharapkan dan hendaknya bia lebih baik dari siklus sebelumnya.
            SIKLUS II
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan pada siklus II ini, merupakan hasil refleksi dari siklus I. Oleh sebab itu, langkah-langkah yang dilakukan relatif sama dengan siklus II dengan mengadakan beberapa pernaikan dan penyempurnaan sesuai dengan kenyataan yang telah dikemukakan di lapangan.      

1.         Perencanaan Tindakan
            Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a.       Merancang tindakan berdasarkan hasil refleksi siklus I.
b.      Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
c.       Membuat lembar observasi untuk mengamati kondisi pembelajaran di kelas ketika pelaksanaan tindakan berlangsung.
Perbaikan pengajaran sehingga indikator hasil belajar yang akan dicapai setiap pertemuan dapat tuntas pada pertemuan itu, sehingga tidak ada murid memperbaiki tugasnya setelah diperiksa.
2.      Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II adalah mengulangi kembali tahap-tahap pada siklus I sambil mengadakan perbaikan atau penyempurnaan sesuai hasil yang diperoleh pada siklus I.
3.      Tahapan Pengamatan (Observasi)
Pada proses observasi yang dilaksanakan pada siklus kedua mengikuti teknik observasi pada siklus I.
4.      Refleksi
Data yang diperoleh dari hasil observasi dikumpulkan dan dianalisis. Dari hasil tersebut, peneliti merefleksikan diri dengan melihat kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada siklus I. Dari hasil analisis, dapat dibuat kesimpulan dengan pendekatan pembelajaran yang dilakukan.
E.     Teknik Pengumpulan Data
1.         Data awal diperoleh dari hasil tes awal yang dilaksanakan sebelum siklus I dimulai.
2.         Data juga diperoleh dengan melakukan observasi di lapangan (di dalam kelas) dengan melihat situasi kelas pada saat proses pembelajaran, dan didokumentasikan.
3.         Data mengenai tingkat aktivitas murid dari proses pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi.

F.     Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis hasil belajar IPS melalui penggunaan media gambar pada murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai berdasarkan hasil tes (2 kali tes), yaitu siklus pertama dan siklus kedua, kemudian menghitung nilai persentase rata-rata hasil belajar murid dengan kategorisasi hasil belajar murid, yaitu:
Tabel 3.1. Pengkategorian Nilai
No.
Interval
Kategori Hasil Belajar
1
0 – 34
Sangat Rendah
2
35 – 54
Rendah
3
55 – 64
Sedang
4
65 – 84
Tinggi
5
85 – 100
Sangat Tinggi

G.    Indikator Penilaian
Indikator penilaian pembelajaran IPS melalui penggunaan media gambar pada murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai adalah apabila terjadi peningkatan skor rata-rata hasil belajar IPS dari tahap pertama ke tahap kedua. Perlakuan dianggap berprestasi apabila mengcapai nilai ketuntasan individu mencapai KKM 65 dan ketuntasan secara klasikal harus mencapai 85% dari 29 murid.





















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil Penelitian
Pada bab ini dibahas hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan prestasi belajar IPS melalui media gambar pada murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai. Adapun yang diamati dalam penelitian ini adalah motvasi belajar murid dari prestasi belajarnya. Selain itu, diamati aktvitas belajar murid selama pembelajaran berlangsung.
1.      Hasil Siklus I
a.      Perencanaan
Pada tahap ini peneliti melakukan telah terhadap kurilukum khususnya kurikulum SD. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai standar kompetensi (SK) yang ingin dicapai yaitu menghargai perjuangan para tokoh pejuang  pada masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia, dan kompetensi dasar (KD) yaitu mengenal tokoh-tokoh pejuang di Indonesia. Selanjutnya membuat lembar observasi dan membuat alat evaluasi.
b.      Pelaksanaan Tindakan
42
Jenis kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan pembelajaran yang direncanakan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Pelaksanaan pada siklus I berlangsung selama 3 kali pertemuan proses pembelajaran dan 1 kali pertemuan pemberian tes siklus dengan alokasi waktu 2 x 35 menit.
Pertemuan pertama pada siklus I dimulai hari sabtu 10 Mei 2014 dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi secara klasikal selama kurang lebih 10 menit kemudian guru membagi murid dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 anggota.
Pada siklus I, semangat murid dalam mengikuti pembelajaran melalui media gambar sangat kurang, ini terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, peneliti tidak memberikan apersepsi sebelum memasuki materi pembelajaran. Materi pembelajaran IPS, khusunya mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya perlu diawali dengan apersepsi agar pembelajaran tersebut lebih konkrit bagi murid. Murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai teryata belum terlalu memahami perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi seperti apa yang diperkirakan oleh Peneliti.
Setelah menyampaikan pokok materi dan tujuan pembelajaran, peneliti langsung memasuki kegiatan inti tanpa memberikan apersepsi terlebih dahulu. Peneliti menganggap bahwa materi pembelajaran, yaitu mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya belum dikenal oleh murid dan perlu lagi dilakukan apersepsi. Tapi tenyata, bagi kelas IV SD Negeri 38 Kolai, hal tersebut masih sangat asing dan membutuhkan apersepsi sebagai pengetahuan awal untuk bisa memahami materi yang dipelajari.
Hal lain yang menyebabkan murid tidak semangat dan tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran adalah media pembelajaran yang masih terbilang baru bagi mereka. Pada saat proses pembelajaran memasuki kegiatan inti, murid tampak sangat kaku dan bingung dengan media gambar yang digunakan. Peneliti sedikit merasa kesulitan dalam melakukan pembagian kelompok karena murid harus diarahkan satu per satu berkumpul dengan kelompok mereka.
Begitu pula saat kelompok terbentuk, para murid hanya menerima materi yang diberikan dan kurang mampu melakukan diskusi atau kerja sama dengan teman-teman kelompok mereka. Peneliti terus memberikan pengarahan dan bimbingan agar murid mau mempelajari lembar materi dan mendiskusikannya sama teman-temannya, namun hasilnya masih nihil. Hanya ada beberapa murid yang mapu diarahkan, kebanyakan dari mereka masih tetap kaku dan terlihat kebingungan. Hal ini memberikan gambaran buat peneliti bahwa sebelumnya murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai sangat jarang menerima pembelajaran dalam bentuk media gambar.
Proses pembelajaran masih belum berlangsung sesuai dengan konsep model pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Akan tetapi walaupun demikian, pembelajaran harus tetap berlangsung sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun karena mengingat waktu yang terbatas.
Setelah melakukan diskusi dalam kelompok belajar, murid diharapkan sudah mampu menguasai materi pembelajaran, namun kenyataan masih jauh dari harapan, hal ini terlihat dari hasil observasi yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung dan hasil tes latihan setelah proses pembelajaran selesai. Selain itu, tampak sangat jelas ketidakmampuan murid dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung, yaitu memberikan pertanyaan kepada murid yang ditunjuk.
Beberapa murid yang ditunjuk, tapi belum ada murid yang berhasil menjawab sendiri pertanyaan yang diberikan oleh peneliti, pertanyaan yang diberikan masih dijawab secara bersama-sama setelah yang bersangkutan kelihatan tidak mampu untuk menjawabnya. Hingga pada pertanyaan yang keempat baru memberikan kegembiraan. Murid yang bernama Tri Aprilia mampu menjawab pertanyaan dengan baik tanpa dibantu oleh temannya. Selanjutnya pada pertanyaan keenam, Darna Saputra yang terbilang aktif dalam mengikuti pembelajaran juga mampu menjawab pertanyaan dengan sangat sempurnah.
Akan tetapi, walaupun ada beberapa murid yang mampu menjawab pertanyaan, pembelajaran belum memberikan keberhasilan yang memuaskan karena masih lebih banyak murid yang tidak menguasai materi pembelajaran.
Tidak adanya semangat murid mengikuti proses pembelajaran mengakibatkan murid cenderung untuk melakukan pekerjaan lain. Dari hasil observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, murid yang melakukan pekerjaan lain ada 15 murid pada pertemuan pertama dan 9 murid pada pertemuan kedua.
Murid kelihatan kurang mampu dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari teman-teman mereka. Mereka juga belum bisa bekerja sama dengan baik dengan teman-teman kelompoknya. Kondisi tersebut di atas mengakibatkan murid kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran.

c.        Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti selama berlangsungnya penelitian, diperoleh data perubahan sikap dan perilaku belajar seperti kehadiran dan keaktifan murid pada setiap siklus. Hasil observasi perubahan sikap dan perilaku murid pada siklus I disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.2    Hasil Observasi Aktivitas Murid pada Siklus I
No.
Aspek yang Diamati
Pertemuan
Persentase
Kategori
1
2
1
Murid yang memperhatikan penjelasan guru
12
17
50%
Sedang
2
Murid yang bertanya kepada kelompok lain
10
15
43,10%
Rendah
3
Murid yang menjawab pertanyaan kelompok lain
14
18
55,17%
Sedang
4
Murid kerjasama dalam kelompoknya
15
18
56,89%
Sedang
5
Murid yang mengerjakan pekerjaan lain
15
9
41,37%
 Rendah

Berdasarkan data pada tabel di atas, diperoleh gambaran mengenai aktvitas belajar murid pada siklus I, dimana dari 29 murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai yang diobservasi terkait aspek-aspek aktvitas belajar, hasilnya dapat dijelaskan dalam skala deskriptif sebagai berikut: 1) murid yang memperhatikan penjelasan guru sebesar 50% atau berada dalam kategori sedang, 2) murid yang bertanya kaepada kelompok lain sebesar 43,10% atau berada dalam kategori rendah, 3) murid yang menjawab pertanyaan kelompok lain sebesar 55,17% atau berada dalam kategori sedang, 4) murid yang kerjasama dalam kelompoknya sebesar 56,89% atau berada dalam kategori sedang, dan 5) murid yang mengerjakan pekerjaan lain sebesar 41,37% atau berada dalam kategori rendah.
Pengukuran hasil belajar IPS murid diklasifikasikan atas lima kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Selengkapnya disajikan pada tabel 4.3. berikut:
Tabel 4.3    Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar IPS Murid pada Siklus I
Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase(%)
0 – 34
Sangat Rendah
0
0
35 – 54
Rendah
4
13,79
55 – 64
Sedang
13
44,82
65 – 84
Tinggi
11
37,93
85 – 100
Sangat Tinggi
1
3.44
Jumlah
29
100

Pada tabel tersebut di atas, menunjukkan bahwa tak seorangpun murid yang nilainya berada dalam kategori sangat rendah, 4 murid atau 13,79% nilainya berada dalam kategori rendah, 13 murid atau 44,82% nilainya berada dalam kategori sedang, 11 murid atau 37,93% nilainya berada dalam kategori tinggi dan 1 murid atau 3,44%  nilainya berada dalam kategori sangat tinggi.
Apabila prestasi belajar murid pada siklus I dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar murid pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4    Deskripsi Ketuntasan Belajar Murid Kelas IV SD Negeri 38 Kolai

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
0 – 64
Tidak Tuntas
18
62,07
65 – 100
Tuntas
11
37,93
Jumlah
29
100

Berdasarkan tabel 4.4. dapat disimpulkan bahwa banyaknya murid yang ketuntasan belajarnya berada pada kategori tidak tuntas sekitar 62,07% sedangkan murid yang hasil belajarnya berada pada kategori tuntas sekitar 37,93%.
Adapun grafik ketuntasan belajar pada siklus I dapat dilihat berikut:
Gambar 4.3.  Grafik Ketuntasan belajar siklus I

d.   Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran IPS melalui media gambar dalam meningkatkan prestasi belajar IPS murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai, maka diperoleh keberhasilan walaupun masih terdapat kelemahan dalam pembelajaran sehingga mempengaruhi hasil belajar IPS murid. Hasil belajar IPS murid rata-rata 66,03 dimana nilai rata-rata tersebut belum memenuhi standar KKM yaitu 65, bahan 58,6% murid yang memiliki hasil belajar pada kategori tidak tuntas. Hal ini menjadi masukan dalam melakukan telaah terhadap kelemahan dalam proses pembelajaran sehingga menjadi masukan dalam pelaksanaan pembelajaran IPS pada siklus II, yaitu selama pembelajaran IPS pada siklus I melalui media gambar, walaupun telah diterapkan tetapi masih ada aspek-aspek tertentu yang kurang maksimal seperti murid yang bertanya kepada peneliti, murid yang menjawab pertanyaan lain, murid yang kerjasama dalam kelompoknya. Oleh karena itu, pada siklus II hendaknya diterapkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan media gambar dengan metode STAD, dan memberikan motvasi serta penguatan secara intensif agar murid dapat lebih mengikuti pelajaran IPS sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar murid.

2.      Hasil Siklus II
a.      Perencanaan
Pada tahap ini peneliti melakukan tela’a terhadap kurilukum khususnya kurikulum SD. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai standar kompetensi (SK) yang ingin dicapai yaitu mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi dan kemajuan di lingkungan kabupaten I kota dan provinsi, dan kompetensi dasar (KD) yaitu mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya. Selanjutnya membuat lembar observasi dan membuat alat evaluasi.
b.      Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II adalah mengulangi kembali tahap-tahap pada siklus I sambil mengadakan perbaikan dari kekurangan dan kekeliruan yang dilakukan pada siklus I.
Setelah merefleksi pelaksanaan siklus I diperoleh gambaran tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus II yaitu, setiap pertemuan diawali dengan pemberian apersepsi sehingga pokok materi menjadi lebih konkrit bagi murid. Selain itu, penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar juga dilakukan lebih maksimal sehingga murid lebih bersemangat dan merasa senang dalam mengikutinya. Semangat murid pada siklus II dalam mengikuti pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar sudah mulai terbangun, ini terjadi karena murid sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Selain itu, pokok materi yaitu mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya sudah mulai mereka kenal sehingga lebih memudahkan peneliti untuk menarik perhatian mereka mengikuti proses pembelajaran.
Sebelum menyampaikan pokok materi dan tujuan pembelajaran, peneliti mencoba melakukan apersepsi, tapi murid  kelihatan sudah mengenal materi yang akan mereka pelajari sehingga peneliti langsung memasuki kegiatan inti dan hanya sedikit melakukan sedikit apersepsi. Peneliti menganggap bahwa materi pembelajaran, yaitu  mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya sudah dikenal oleh murid dan tidak perlu lagi dilakukan apersepsi terlalu jauh.  Murid  kelas IV SD Negeri 38 Kolai, tidak asing lagi dengan materi tersebut, mereka sudah mempunyai pengetahuan awal sebagai bekal untuk menguasai materi pelajaran mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
Pada siklus II ini, baik pertemuan pertama maupun pertemuan kedua, murid memperlihatkan ketertarikan untuk mengikuti proses pembelajaran. Mereka tidak lagi kelihatan bingung dan kaku seperti pada siklus I. Mereka terlihat sudah semangat dan sudah mengerti dengan semua aba-aba yang disampaikan selama pembagian kelompok, mereka juga langsung melakukan tugas-tugas mereka dalam kelompok mereka yaitu mempelajari dan mendiskusikan materi yang dibagikan dengan teman kelompoknya, mereka sudah mampu melakukan kerja sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
Tugas peneliti pada siklus ini tidak lagi terlalu berat, murid-murid dapat berdiskusi dengan teman kelompok mereka dengan baik dan tenang tetapi peneliti harus mengawasi agar suasana tetap kondusip. Peneliti juga melayani pertanyaan dari murid jika ada materi yang tidak dipahami oleh mereka. Murid kelihatan sangat nikmat dalam mengikuti proses pembelajaran. Suasana kelas begitu kondusip, tenang dan tidak ada suara-suara bising yang mengganggu.
Sebelum waktu kerja kelompok habis, murid sudah mampu menyelesaikan soal-soal yang tercantum dalam materi yang dibagikan. Begitu selesai mengumpulkan tugas kelompok, murid kembali diarahkan untuk menempati tempat duduk mereka masing-masing dan ditunjuk satu persatu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan sesuai dengan gambar .
Beberapa murid yand ditanya dan hanya beberapa yang masih kurang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan.  Hal ini memberikan bukti bahwa murid betul-betul sudah memahami semua materi yang telah diajarkan. Kondisi seperti ini tentu saja diharapkan dapat terus berlangsung, murid harus tetap bisa bekerja sama dengan baik dengan teman-teman mereka dan harus tetap terbiasa serta merasa senang dengan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar yang dianggap lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar murid.
 Hasil observasi dari pelaksanaan siklus II sudah memperlihatkan hasil yang cukup memuaskan. Dari aspek keaktifan, terlihat ada 26 murid yang memperhatikan penjelasan guru pada pertemuan pertama dan meningkat menjadi 28 murid pada pertemuan kedua. Dan murid yang melakukan pekerjaan lain pada saat proses pembelajaran berlangsung ada 3 murid pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua sisa 1 murid.
Hal tersebut memberikan peningkatan yang sangat bagus terhadap ketuntasan belajar murid, dimana dari 29 jumlah murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai, ada 27 murid yang berada pada kategori tuntas dan sisa 2 murid yang tidak tuntas.

c.       Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti selama berlangsungnya penelitian, diperoleh data perubahan sikap dan perilaku belajar seperti kehadiran dan keaktifan murid pada setiap siklus. Hasil observasi perubahan sikap dan perilaku murid pada siklus I disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.5    Hasil Observasi Aktvitas Murid pada Siklus II
No.
Aspek yang Diamati
Pertemuan
Persentase (%)
Kategori
1
2
1
Murid yang memperhatikan penjelasan guru
26
28
93,10
Sangat Tinggi
2
Murid yang bertanya kepada kelompok lain
20
24
75,86
Tinggi
3
Murid yang menjawab pertanyaan peneliti
23
27
86,20
Sangat Tinggi
4
Murid kerjasama dalam kelompoknya
25
28
91,37
Sangat Tinggi
5
Murid yang mengerjakan pekerjaan lain
3
1
7,14
Sangat Rendah

Berdasarkan data pada tabel di atas, diperoleh gambaran mengenai aktvitas belajar murid pada siklus II, dimana dari 29 murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai yang diobservasi terkait aspek-aspek aktvitas belajar, hasilnya dapat dijelaskan dalam skala deskriptif sebagai berikut: 1) murid yang memperhatikan penjelasan guru sebesar 93,10% atau berada dalam kategori sangat tinggi,  2) murid yang bertanya kaepada kelompok lain sebesar 75,86% atau berada dalam kategori tinggi, 3) murid yang menjawab pertanyaan kelompok lain sebesar 86,20% atau berada dalam kategori sangat tinggi, 4) murid yang kerjasama dalam kelompoknya sebesar 91,37% atau berada dalam kategori sangat tinggi, dan 5) murid yang mengerjakan pekerjaan lain sebesar 7,14% atau berada dalam kategori sangat rendah.
Pengukuran hasil belajar IPS murid diklasifikasikan atas lima kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Selengkapnya disajikan pada tabel 4.6. berikut:
Tabel 4.6.   Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar IPS Murid pada Siklus II
Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase
0 – 34
Sangat Rendah
0
0
35 – 54
Rendah
0
0
55 – 64
Sedang
2
6,90
65 – 84
Tinggi
10
34,48
85 – 100
Sangat Tinggi
17
58,62
Jumlah
29
100

Pada tabel tersebut di atas, menunjukkan bahwa tak seorangpun murid yang nilainya berada dalam kategori sangat rendah dan rendah, 2 murid atau 6,90% nilainya berada dalam kategori sedang, 10 murid atau 54,48% nilainya berada dalam kategori tinggi dan 17 murid atau 58,62% yang nilainya berada dalam kategori sangat tinggi.
Untuk melihat persentase ketuntasan belajar IPS murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai setelah diterapkan model Pembelajaran dengan menggunakan media gambar pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.7  Deskripsi Ketuntasan Belajar Murid Kelas IV SD Negeri 38 Kolai

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
0 – 64
Tidak Tuntas
2
6,90
65 – 100
Tuntas
27
93,10
Jumlah
29
100
Berdasarkan tabel 4.7. dapat disimpulkan bahwa banyaknya murid yang ketuntasan belajarnya berada pada kategori tidak tuntas sekitar 6,90% sedangkan murid yang hasil belajarnya berada pada kategori tuntas sekitar 93,10%.
Adapun grafik ketuntasan belajar pada siklus II dapat dilihat berikut:
Gambar 4.4.  Grafik Ketuntasan belajar siklus II

Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil yang dicapai pada siklus II, hasil belajar IPS murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai melalui penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar mencapai rata-rata 87,24 dan telah berada di atas standar KKM yaitu 85. Bahkan telah mencapai ketuntasan belajar sesuai standar KKM, karena murid yang memperoleh hasil belajar di atas standar KKM yaitu 93,10% atau 27 dari 29 murid. Selain itu, proses pembelajaran IPS melalui pembelajaran dengan menggunakan media gambar juga telah berlangsung maksimal, karena langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan media gambar telah diserap dengan baik sehingga mendukung aktvitas belajar murid. Aktvitas belajar murid dalam mengikuti pelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 38 Kolai melalui model pembelajaran dengan menggunakan media gambar meningkat pada siklus II dibandingkan pada siklus I karena pada umumnya murid aktif sehingga mendukung penguasaan materi.
Berdasarkan data di atas, maka setelah diterapkan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar dalam pembelajaran IPS, hasil belajar IPS murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai dapat meningkat. Jadi, model pembelajaran dengan menggunakan media gambar dalam pembelajaran IPS sangat baik digunakan dalam meningkatkan penguasaan murid terhadap materi pelajaran dan hasil belajar IPS murid, karena model ini mengedepankan keaktifan murid belajar memahami materi pelajaran dan mengemukakan pendapat berkaitan dengan gambar yang ditampilkan.
B.       Pembahasan
Model pembelajaran IPS sangat penting artinya dalam menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan seharusnya mengedepankan keaktifan murid sehingga guru hanya bertugas untuk membimbing atau mengarahkan murid dalam belajar. Salah satu model pembelajaran yang mengedepankan keaktifan murid dalam belajar adalah model pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Dengan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar, penguasaan terhadap materi dapat lebih maksimal dalam meningkatkan hasil belajar murid di sekolah dasar, karena murid secara aktif dapat memahami materi sesuai dengan gambar yang menarik sehingga mereka tidak merasa bosan dalam mengikuti proes pembelajaran.
Hasil penelitian pada siklus I dengan penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar dalam proses belajar mengajar di kelas IV SD Negeri 38 Kolai dengan jumlah murid 29 menunjukkan bahwa hasil belajar IPS murid, skor  rata-rata 64,31 berada pada kategori sangat tinggi dengan ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 3,44%,tuntas pada kategori tinggi mencapai 37,93%, tuntas  pada kategori sedang mencapai 44,82%, tetapi terdapat pula 13,79% murid yang memperoleh hasil belajar pada kategori rendah. Demikian pula nilai hasil belajar murid belum mencapai standar KKM yaitu 65, sebesar 58,6% murid yg tidak tuntas hasil belajarnya atau hanya 41,4% murid yang tuntas belajarnya secara klasikal sehingga belum mencapai ketuntasan belajar minimal yang diharapkan yaitu 85%.
Hasil observasi menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar telah dilakukan tetapi masih ada aspek-aspek tertentu yang kurang maksimal, seperti: adanya murid yang tidak aktif dalam kelompoknya sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan, kegiatan refleksi dan menyimpulkan materi pelajaran yang tidak melibatkan semua murid. Bahkan guru tidak memberikan motvasi dan penguatan terhadap murid sehingga hal tersebut mempengaruhi aktvitas belajar murid dalam mengikuti pelajaran IPS melalui model pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Demikian pula aktvitas belajar murid menunjukkan adanya sebagian murid kurang aktif mengikuti pelajaran, seperti: melakukan refleksi, tidak mencatat materi pelajaran secara lengkap, tidak aktif menyimpulkan materi pelajaran, dan sebagian kecil murid tidak aktif menyimak penjelasan guru dan mempelajari materi pelajaran yang diberikan.
Menanggapi hasil belajar IPS, proses pembelajaran IPS berupa aktvitas mengajar guru dan aktvitas belajar murid mengikuti pelajaran melalui pembelajaran dengan menggunakan media gambar pada siklus I di kelas IV SD Negeri 38 Kolai, maka pada siklus II dilakukan upaya penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar secara maksimal agar proses pembelajaran IPS dapat lebih mampu mendukung peningkatan kemampuan belajar dan prestasi belajar murid. Demikian pula memberikan motvasi dan penguatan secara lebih intensif agar semua murid berperan lebih aktif dalam kegiatan belajar, khususnya dalam menjawab pertanyaan yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar murid.
Hasil tes siklus II menunjukkan bahwa dari 29 miurid hasil belajar IPS mencapai rata-rata 87,24 atau pada kategori sangat tinggi sebesar 58,62%, kategori tinggi 34,46%, bahkan sudah tidak ada lagi murid yang memperoleh hasil belajar pada kategori rendah dan sangat rendah seperti pada siklus pertama. Disamping nilai rata-rata hasil belajar IPS murid yang mencapai rata-rata 87,24 yang lebih tinggi dari standar KKM yaitu 65, juga memenuhi ketuntasan belajar yang mencapai 93,10%. Hal ini berarti penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar telah dilaksanakan dengan baik dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 38 Kolai, dan telah mencapai indikator keberhasilan pembelajaran dari aspek pencapaian standar KKM dan ketuntasan belajar yang mencapai 93,10%. Demikian pula keaktifan murid mengikuti pelajaran semakin tinggi yang ditandai keaktifan menyimak penjelasan guru, mempelajari materi pelajaran, menjawab pertanyaan guru, melakukan refleksi, mencatat materi pelajaran, dan menyimpulkan materi pelajaran IPS tentang mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya sehingga hal tersebut mendukung penguasaan terhadap materi dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 38 Kolai.
Ada beberapa murid yang tidak tuntas pada penelitian ini, dan peneliti lakukan pada tahap evaluasi pada siklus II untuk meningkatkan prestasi belajar murid yaitu melakukan remedial dan pendalaman materi atau mengulang kembali materi yang belum dipahami. Dan hasilnya ternyata masih ada 2 murid yang belum tuntas, maka solusi yang diambil peneliti adalah melakukan remedial sebanyak 3 kali dan melakukan konsultasi dengan wali kelas dan orang tua murid tersebut.
Hasil penelitian di atas menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar pada murid kelas IV SD Negeri 38 Kolai sehingga model pembelajaran ini sangat baik digunakan dalam meningkatkan prestasi belajar murid. Hai ini relevan dengan pendapat (Abdurrahman:1998:36) bahwa Dalam proses pembelajaran interaktif, media gambar mampu membangkitkan daya rangsang terhadap murid untuk merespon adanya stimulus dalam proses belajar mengajar.
. Hal ini berarti dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat berdampak positif terhadap peningkatan prestasi belajar IPS, guru harus memperhatikan penggunaan model pembelajaran secara efektif, di antaranya model  pembelajaran dengan menggunakan media gambar.

BAB  V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan Melalua Media Gambar Murid Kelas IV SDN 38 Kolai Kecamatan Malua Kabubaten Enrekang” dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)      Tingkat kemampuan murid kelas IV SDN 38 Kolai dalam mengerjakan tugasnya baik secara lisan, tulisan maupun percobaan pada siklus I (tindakan I sampai dengan tindakan IV), mengalami peningkatan dan masuk dalam kategori tinggi dengan nilai rata-rata 64,31 dan pada siklus II (tindakan I sampai dengan tindakan IV), mengalami kemajuan dengan kategori tinggi dengan nilai rata-rata 87,24.
2)     
61
Terdapat peningkatan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada murid Kelas IV SDN 38 Kolai melalui Penerapan Model Pembelajaran dengan menggunakan media gambar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, karena kemampuan Murid dalam mengerjakan tugas-tugasnya mengalami peningkatan.
3)      Prestasi belajar murid kelas IV SDN 38 Kolai meningkat karena pada evaluasi siklus II apabila ada murid yang belum tuntas maka peneliti melakuan remedial sebanyak 3 kali dan pengulangan materi yang belum dipahami kemudian melakukan konsultasi kepada wali kelas dan orang tua murid tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dan penjelasan pada siklus I sampai siklus II pada setiap tindakan mulai dari tindakan I sampai tindakan IV.

B.     Saran
Sehubungan dengan kesimpulan penelitian di atas, maka diajukan saran sebagai berikut:
1.      Guru pelajaran IPS hendaknya selalu berupaya melibatkan murid secara aktif dalam proses pembelajaran, seperti dalam pemahaman materi IPS karena hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar murid dengan mengedepankan penerapan sesuai langkah-langkah model pembelajaran ini secara sistematis.
2.      Kepala sekolah hendaknya selalu memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap guru dalam pelaksanaan mengajar, di antaranya dalam penggunaan model pembelajaran secara efektif.
3.      Murid, hendaknya selalu menunjukkan keaktifan dalam proses pembelajaran seperti dalam kegiatan menjawab pertanyaan sebagai upaya meningkatkan kemampuan belajarnya dalam pembelajaran IPS.





DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1998. Pengantar Media Pendidikan Dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Diktat. Ujung pandang: IKIP.

Achsin, Amir. 1984. Pengantar Media Pendidikan Dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Diktat. Ujung pandang: IKIP.

Arikunto, Suharsimi. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arsyad, azhar. 1997. Media Pengajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Bloom.1976. Karakteristik Pembelajaran Anak. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Gagne dan Reiser. 1983. Karakteristik Pembelajaran Anak. Jakarta: Balai Pustaka.

Haling, Abd. 2006, BelajarPembelajaran.Makassar : FIP UNM..
Hamalik, Oemar. 1989. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Jansen Sinamung. 1989. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Kunandar. 2000. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Morgan. 2003. Menjadi Guru Profesional Cet. VII. Bandung: Rosdakarya.
Nababan. P. W. J. 1998. Pengajaran Bahasa dan Pendekatan Pragmatis. Jakarta: IKIP.

Nurkancana. 1986. Pengajaran Bahasa dan Pendekatan Pragmatis. Jakarta: IKIP.

Purwanto, M. Ngalim. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Rahardjo, R. 1991. Desain Media: Pengantar Pembuatan OHT. Jakarta NUFFIC/Depdikbud/AA.

63
Sadiman, dkk. 1990. MediaPendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
62
Slameto. 1995. BelajardanFaktor-faktor  yang Mempengaruhinya. RinekaCipta

Sudjana, Nana. 1998. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Supardi. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Suparno. 1988. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suprijono A. 2010. Cooperative Learning. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Syah M. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Syamsuri, A., Sukri, dkk. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar: FKIP Unismuh Makassar

Undang-Undang RI Nomor 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Dikjar, Departemen Pendidikan Indonesia.

Http://www. Unissula. ac. id/vl/download/Peraturan/PP_19_2005_Standar Nasional Pendidikan. Pdf/2008/01/09/.

Http://www. Setjen. Depdiknas. co. id/Prodhukum/dokumen/521/2007/1345/11. Permen_16/2007. Pdf/2008/01/09/.

Http://Suciptoadi. Wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme_dunia-pendidikan oleh-Winarno_Surakhmad/2008/01/09/.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar